PANTAU24.COM-Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Sulawesi Utara kembali melepasliarkan Delapan ekor monyet hitam sulawesi atau biasa disebut Yaki di kawasan Taman Wisata Alam (TWA) Gunung Ambang, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur, Selasa, 20 Juni 2023.
Sebelumnya, delapan hewan primata bernama ilmiah Macaca Nigra itu sudah melalui proses rehabilitasi sekitar kurang lebih 5 tahun di Pusat Penyelamatan Satwa (PPS) Tasikoki di Minahasa Utara.
Selain itu, untuk menunjang proses rehabilitasi monyet Yaki yang berada di PPS Tasikoki, pada akhir 2020 lalu, dibangunlah fasilitas kandang habituasi untuk Monyet Yaki di kaki Gunung Masarang, Desa Rurukan, yang dikelola oleh Yayasan Masarang (YM) bekerjasama dengan BKSDA Sulut, melalui dukungan dari PT. Pertamina Geothermal Energy Lahendong (PGE).
Menurut Kepala Seksi Konservasi Wilayah I BKSDA Sulut, Yakub Ambagau, fasilitas tersebut bertujuan untuk proses penyesuaian akhir bagi monyet yaki sebelum akhirnya dilepasliarkan. Berkaca dari pengalaman pelepasliaran Yaki pada pertengahan 2020 yang dilakukan di TWA Gunung Ambang, diperlukan waktu yang cukup lama bagi kelompok Yaki yang dilepasliarkan untuk menyesuaikan dengan cuaca iklim lokal di Gunung Ambang yang dingin.
“Iklim di Gunung Ambang berbanding terbalik dengan kondisi di PPST Bitung-Minut tempat dimana Yaki tersebut direhabilitasi, yang notabene beriklim lokal cenderung lebih hangat,” kata Yakub.
Oleh karena itu, sebagai salah satu persiapan untuk pelepasliaran, dibangun kandang habituasi di kaki Gunung Masarang Desa Rurukan. Awalnya kata dia, ada 11 ekor monyet yaki yang direlokasi dari PPS Tasikoki ke kandang habituasi di Rurukan.
Monyet-monyet tersebut merupakan satwa hasil penyerahan masyarakat secara sukarela dan juga hasil penyelamatan.
“Namun seiring berjalannya waktu ada tiga ekor yang tidak bisa menyesuaikan dengan baik dan harus kembali ke PPS Tasikoki Minut,” ungkapnya.
Seperti diketahui, monyet yaki merupakan satwa endemik Sulawesi Utara yang dilindungi sesuai dengan Undang-Undang Nomor 5 tahun 1990 dan Permen LHK Nomor 106 tahun 2018, yang menyebutkan status konservasi Yaki dalam IUCN dikategorikan Critically Endangered.
Atas dasar tersebut, maka Pemerintah Indonesia melalui KLHK mengembangkan program peningkatan populasi dengan menetapkan Yaki sebagai species prioritas yang dinaikkan populasinya.

Sementara itu, Kepala BKSDA Sulut, Askhari Dg. Masikki menjalaskan, delapan monyet yang berhasil dihabituasi selama kurang lebih 1 tahun, akhirnya dipindahkan ke TWA Gunung Ambang untuk selanjutnya dilepasliarkan.
“Delapan ekor Yaki ini telah dilakukan pemeriksaan kesehatan dan kajian perilaku serta habitat sehingga dinyatakan layak untuk dilepasliarkan,” jelas Askhari.
Lebih lanjut disampaikan, kegiatan pelepasliaran satwa ini merupakan tujuan utama dari rehabilitasi satwa, yaitu pengembalian satwa ke habitat alami. Karena menurut dia, salah satu keberhasilan dari kegiatan konservasi satwa liar yaitu program ex-situ link to in-situ yaitu pada akhirnya satwa dapat kembali ke alam.
“Kegiatan pelepasliaran ini juga diharapkan dapat menambah populasi monyet yaki di alam,” sahutnya.
Setelah kegiatan pelepasliaran monyet yaki akan diikuti dengan beberapa kegiatan pasca pelepasliaran antara lain sosialisasi kepada masyarakat sekitar kawasan TWA Gunung Ambang dan melakukan monitoring pasca pelepasliaran satwa selama tiga bulan kedepan.
“Terima kasih kepada Direktur KKHSG atas dukungan dan arahan serta terima kasih dan apresiasi terhadap semua pihak terutama PT Geothermal Energy Lahendong, Pemerintah Provinsi Sulawesi Utara, Pemerintah Kota Tomohon, Yayasan Masarang (PPS Tasikoki) mitra terkait serta seluruh pihak yang terlibat atas dukungan dan kerja bersama sehingga monyet yaki dapat dikembalikan lagi ke alam. Ayo lestarikan satwa liar milik negara,” pungkasnya.