Connect with us

Bitung

PT Futai Disorot Aktivis: Investasi Besar, Pengelolaan Limbah Dipertanyakan

Published

on

Foto kiri: Muzakir Polo Boven. Foto lain pihak PT Futai saat RDP bersama Komisi III DPRD Bitung

BITUNG, PANTAU24.COM– PT Futai, perusahaan kertas asing dengan nilai investasi Rp1,4 triliun, mendapat sorotan tajam dari warga dan aktivis di Kota Bitung.

Keluhan soal dampak lingkungan terus mengemuka, termasuk bau tak sedap, kebisingan, dan pengelolaan limbah yang dinilai tidak memadai.

Sejak berdiri di Kelurahan Tanjung Merah, Kecamatan Ranowulu, PT Futai kerap menjadi pusat protes warga.

Berulang kali, operasional perusahaan dihentikan oleh aksi warga yang menuntut tanggung jawab lingkungan.

Fakta menarik dan bermanfaat

Bahkan, masalah sudah mencuat dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang digelar bersama Komisi III DPRD Bitung, Senin (13/01/2025).

RDP Memanas: Evaluasi dan Ancaman Penutupan

Dipimpin Wakil Ketua Komisi III DPRD Bitung, Ahmad Syaprudin Ila, RDP tersebut membahas dampak limbah PT Futai terhadap lingkungan.

Komisi III mengancam akan merekomendasikan penghentian operasional perusahaan jika pengelolaan limbah tidak diperbaiki.

“Keselamatan warga dan lingkungan harus menjadi prioritas. Kami tidak segan-segan merekomendasikan penutupan jika perusahaan terus mengabaikan tanggung jawabnya,” ujar Ila tegas.

Warga yang hadir menyambut pernyataan ini dengan harapan besar.

“Kami hanya ingin hidup di lingkungan yang bersih dan sehat. Kalau PT Futai tidak bisa memenuhi standar itu, lebih baik berhenti beroperasi,” ujar Yopi Wawoh, perwakilan warga.

Aktivis sekaligus pemerhati sosial Kota Bitung, Muzakir Polo Boven, menilai PT Futai telah gagal memenuhi kewajiban dasarnya sebagai perusahaan besar.

“Perusahaan seperti PT Futai wajib mematuhi aturan lingkungan, termasuk memiliki AMDAL dan IPAL yang sesuai standar. Jika mereka tidak mampu, itu artinya mereka hanya fokus pada profit dan mengorbankan masyarakat,” tegas Muzakir.

Ia juga mengingatkan bahwa dampak limbah yang tidak dikelola dengan baik bisa menjadi ancaman serius, tidak hanya bagi lingkungan tetapi juga kesehatan masyarakat.

“Ini bukan hanya soal bisnis, ini soal keberlanjutan hidup. Kalau mereka tidak peduli, langkah penghentian operasional adalah pilihan yang tepat,” tambahnya.

Tanggung Jawab Sosial yang Terabaikan

Lanjut Boven, sebagai perusahaan asing dengan investasi besar, PT Futai diharapkan membawa manfaat bagi masyarakat sekitar. Namun, realitasnya, kehadiran perusahaan justru menjadi sumber keresahan.

“Investasi besar tidak berarti apa-apa jika mengorbankan lingkungan dan kesehatan warga. Pemerintah harus tegas. Perusahaan seperti ini tidak boleh dibiarkan,” kata Muzakir.

Boven menambahkan, saat ini warga Tanjung Merah menanti langkah tegas pemerintah dan DPRD. Jangan sampai kata dia,  PT Futai tidak punya itikad baik untuk memperbaiki pengelolaan limbahnya.

“Selaku warga Bitung kami tidak akan tinggal diam jika kondisi ini terus dibiarkan,” tegasnya.

Sementara itu, Wakil Direktur PT Futai, Erwin Irawan tidak menampik jika selama ini sering mendapat komplen dari masyarakat Tanjug Merah. Dia juga mengakui diawal perusahaan berdiri pengelolaan limbah dari perusahaan belum maksimal.

“Tapi sekarang kami sudah punya IPAL. Kalau memang pihak DPRD Bitung dalam hal ini Komisi III akan turun ke perusahaan. Kami persilahkan untuk melihat dan mengecek langsung,” ujar Erwin.