Menteri luar negeri negara-negara anggota ASEAN akan bertemu dengan Direktur Komisi Pusat Urusan Luar Negeri (CFAC) Partai Komunis China Wang Yi, Kamis ini (13/7). Yi menggantikan Menteri Luar Negeri China Qin Gang, yang dikabarkan sedang sakit. Pertemuan ini merupakan bagian dari rangkaian pertemuan menteri luar negeri ASEAN (AMM).
Pengamat China dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Paulus Rudolf, Rabu (12/7) menilai pertemuan antara Menlu ASEAN dengan China penting untuk kedua belah pihak, bukan hanya komunikasi dan koordinasi namun bisa menemukan strategi atau pendekatan baru menyesuaikan dengan kondisi terkini hubungan China dan ASEAN dalam mempromosikan perdamaian dan kemakmuran di kawasan sambil menangani masalah-masalah sensitif dengan baik.
Menurutnya paling tidak ada dua hal mendasar yang penting untuk dibicarakan yaitu soal pemulihan ekonomi akibat pandemi COVID-19, terkait keseimbangan produksi dan perdagangan antara China dan negara-negara ASEAN, yang relasi ekonominya masih didominasi oleh komoditas sumber daya alam, bahan mentah, dan hasil pertanian.
“Keseimbangan terkait produksi bahan baku energi misalnya, seperti batubara dan nikel dan perdagangan maksudnya adalah ASEAN hanya menyediakan bahan mentah, sedangkan China menghasilkan barang jadi, sehingga volume perdagangan tidak seimbang. Relasi ekonomi ASEAN dengan China, masih berdagang hasil komoditas hasil pertanian dan sumber daya alam, China dengan barang habis pakai (barang elektronik dll). Jadi seringkali tidak seimbang nilainya,” ujar Paulus.
Isu penting lainnya yang perlu dibicarakan adalah soal isu keamanan regional terkait ketegangan geopolitik di kawasan ASEAN daratan, seperti isu perbatasan China dengan Myanmar, Vietnam dan Kamboja serta isu Laut Cina Selatan (laut Natuna Utara).
Memasuki tahun ke-21, Code of Conduct (COC) antara China dan negara ASEAN dalam konteks Laut Cina Selatan, masih belum tercapai. Masih tetap ada tumpang tindih klaim yang menyinggung kedaulatan wilayah banyak negara, sementara China memusatkan perhatiannya pada upaya mencegah terjadinya insiden di kawasan itu.
Sentralitas ASEAN dan Penyelesaian Konflik Myanmar Sedianya Jadi Dua Target Pertemuan
Diwawancarai secara terpisah, Mohamad Rosyidin, pengamat hubungan internasional di Universitas Diponegoro mengatakan sebagai ketua ASEAN, Indonesia harus menegaskan dua hal ketika berdialog dengan China, yaitu tentang sentralitas ASEAN, khususnya kepatuhan terhadap gagasan ASEAN pada “Outlook on Indo Pacific”. Juga soal mencari kesamaan persepsi soal penyelesaian konflik Myanmar.
Selama ini, tambahnya, China melihat konsep Indo-Pasifik itu sarat kepentingan Amerika saja; dan lebih bertujuan untuk membendung geliat China di kawasan. Sementara China jelas ingin mengukuhkan hegemoninya di Indo-Pasifik.
Rosyidin memaparkan bahwa China tampak ambigu atas konsep ASEAN Outlook on the Indo-Pacific.
“Ya menegaskan bahwa Indo-Pasifik tidak boleh jadi ajang rivalitas power-politics. Spirit kolaborasi harus lebih dikedepankan. Makanya di pertemuan ini Indonesia harus minta garansi dari China dan Amerika agar tidak mengganggu stabilitas kawasan,” ujarnya.
Sementara itu, juru bicara Kementerian Luar Negeri Teuku Faizasyah mengatakan belum menerima informasi soal materi yang akan dibahas dari pertemuan para menteri luar negeri ASEAN dan China. [fw/em]
You must be logged in to post a comment Login