Connect with us

LAPORAN KHAS

Terangi Mengkang Merintis Ekonomi Desa

Dulu Mengkang hanya berharap pada pasokan listrik yang terbatas dari pembankit yang digerakkan oleh kincir air. Tetapi kini ekonomi masyarakat Mengkang mulai bergeliat sejak PLN membangun infrastruktur listrik di sana.

Published

on

Terangi Mengkang
Merintis Ekonomi Desa

Dari Kincir ke Listrik PLN

cropped-logo-512-x-512-2.png

LAPORAN KHUSUS

Marshal Datundugon

Senyum sumringah memancar di raut wajah Nazwa Dita Kobandaha. Sekitar dua tahun terakhir, putri ketiga dari pasangan Gusnar Kobandaha (37) dan Neprini Kunsi (36) itu sudah bisa menonton film favoritnya lewat siaran televisi.

Gadis kecil berusia lima tahun itu kini tengah duduk di bangku pendidikan anak usia dini. Ia bersama keluarganya tinggal di Desa Mengkang, Kecamatan Lolayan, Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong), Sulawesi Utara. Orang tua Nazwa juga kini sudah memiliki beberapa fasilitas seperti kulkas dan peralatan elektronik lainnya di rumah.

Dan yang terpenting, mereka bersama masyarakat Desa Mengkang lainnya sudah bisa menikmati energi listrik yang merupakan salah satu kebutuhan dasar manusia saat ini dalam menunjang kehidupannya

Maklum, Desa Mengkang baru teraliri listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) sejak awal 2019 lalu.

Mengkang merupakan salah satu desa di Bolmong yang masih bisa dikategorikan sebagai desa terpencil. Desa yang berjarak sekitar 75 kilometer dari ibu kota kabupaten itu nyaris berada di tengah hutan. Mengkang dikelilingi kawasan perkebunan. Bahkan, di sebelah Barat berbatasan langsung dengan Taman Nasional Bogani Nani Wartabone (TNBNW).

Fakta menarik dan bermanfaat

Sebelumnya, karena infrastruktur jalan akses menuju Mengkang masih sangat memprihatinkan, suplai listrik ke Mengkang belum menjadi prioritas PLN.

Gusnar Kobandaha, ayah Nazwa yang juga menjabat sebagai Sekretaris Desa (Sekdes) Mengkang bercerita, bahwa sekitar 2007 pemerintah desa sempat dua kali mengusulkan ke PLN untuk membangun jaringan listrik di Mengkang. Pada tahun 2008 pihak PLN melakukan survei lapangan. Hasilnya, Desa Mengkang dianggap belum memenuhi syarat untuk mendapatkan suplai listrik dari PLN.

“Katanya, antara pengeluaran dan jumlah calon konsumen itu tidak seimbang,” ungkap Gusnar, akhir Februari 2021.

Informasi lain yang ia peroleh saat itu, untuk membangun infrastruktur jaringan ke Mengkang, PLN harus menggelontorkan biaya sekitar Rp 3 miliar. Sementara, dari hitungan potensi pendapatan calon pelanggan yang ada di Mengkang, tak sampai Rp 100 juta per tahun.

“Kami masyarakat memaklumi itu,” ceritanya.

Nazwa Kobandaha (5) menonton tayangan favoritnya. (Foto: Marshal D.)
Warga Mengkang sudah bisa memiliki kulkas. (Foto: Marshal D.)

Meski terpencil, tapi masyarakat Desa Mengkang kreatif dan inovatif. Sebelum listrik PLN masuk ke desa itu, pada tahun 2006, masyarakat setempat secara swadaya membangun sebuah turbin pembangkit listrik picohydro atau pembangkit listrik tenaga air dengan menggunakan kincir.

Pembuatan pembangkit listrik tenaga air dengan menggunakan kincir itu terinspirasi dari adanya potensi sumber air yang cukup berlimpah. Dua sungai besar yang memotong tepat di tengah-tengah desa dipastikan mampu menyuplai air untuk menggerakkan kincir.

Hasilnya, pembangkit listrik tenaga air dengan menggunakan kincir tersebut mampu memproduksi energi listrik terbarukan berkapasitas 10.000 watt. Pembangunan instalasi listrik itu tenaga air itu digagas Marsidi Kadengkang, yang saat itu menjabat sebagai Sangadi (kepala desa, dalam bahasa lokal).

Waktu itu sekitar 60 rumah tangga di Desa Mengkang bisa menikmati malam mereka dengan cahaya yang dihasilkan dari energi air.

“Saat itu masing-masing rumah mendapat jatah 150 watt. Cukuplah untuk penerangan di malam hari,” kata Ali Kunsi (40), salah seorang warga Mengkang yang turut terlibat dalam pembuatan pembangkit listrik, saat ditemui di rumahnya, Kamis (18/2/2021).

Ali mengakui kehadiran pembangkit listrik energi terbarukan itu membawa manfaat bagi masyarakat Mengkang. Setidaknya, masyarakat tak lagi merasakan gelap jika malam tiba. Beberapa pekerjaan seperti membuat anyaman tikar bisa dikerjakan saat malam, setelah siang hari beraktivitas di sawah dan kebun.

Kondisi pembangkit listrik picohydro pada tahun 2006. (Foto: Ronny A. Buol)

Gayung bersambut atas keinginan masyarakat Mengkang dialiri listrik dari PLN. Hal ini seiring dengan program Presiden Joko Widodo, menerangi hingga ke pelosok, sehingga pada tahun 2018, insfrastruktur jaringan listrik menuju ke Mengkang mulai dibangun.

“Mungkin itu yang jadi pemicu sehingga listrik PLN akhirnya bisa masuk ke Mengkang,” tambah Sekdes Mengkang, Gusnar Kobandaha.

Kahadiran listrik PLN di Mengkang sangat berdampak positif bagi masyarakat. Mereka sudah merasa maju seperti desa-desa lain pada umumnya. Anak sekolah sudah bisa belajar dengan baik tanpa khawatir gelap. Ingin menonton televisi juga tidak terkendala listrik. Apalagi, di situasi pandemi Covid-19 saat ini, dimana anak sekolah belajar dari rumah dengan fasilitas online melalui smartphone.

“Kalau tidak ada listrik maka sulit jika handphone tiba-tiba lowbatt. Intinya kehadiran listrik PLN saat ini sangat membawa dampak positif bagi kami masyarakat Mengkang,” tambah Ali Kunsi.

Semasa menggunakan listrik dari kincir yang dayanya sangat terbatas, masyarakat Mengkang sudah sangat bersyukur, apalagi listrik PLN yang kapasitas dayanya lebih besar dan stabil. Alat elektronik apa saja sudah bisa digunakan oleh masyarakat Mengkang. Termasuk jika ada hajatan warga yang mengunakan sound system tidak perlu lagi menyewa genset. Begitu pula dengan penerangan jalan.

Sewaktu masih menggunakan listrik dari kincir, pemakaian daya di setiap rumah warga dibatasi. Untuk menghemat kapasitas produksi listrik kincir air, masyarakat hanya menggunakan listrik saat malam hari. Bola lampu yang digunakan juga harus yang berdaya watt rendah, dan dalam satu rumah dibatasi hanya untuk pemakaian dua mata lampu.

“Jadi misalnya, di dalam rumah dan dapur dinyalakan, maka yang di ruangan lain seperti kamar tidur harus dimatikan. Bagitu sebaliknya. Intinya hanya dua mata lampu yang menyala agar suplai listrik tetap stabil. Pengelola kincir hanya membebankan tarif Rp. 10.000 per kepala keluarga setiap bulannya. Cukup untuk biaya pemeliharaan saja,” terang Ali Kunsi.

Untuk penggunan peralatan elektronik seperti televisi sebetulnya sudah bisa, tetapi sangat berisiko karena tegangan listrik yang tidak stabil. Saat sekarang, masyarakat bisa dengan leluasa menggunakan peralatan elektorik apapun, termasuk akses informasi baik nasional maupun global lewat tayangan berita di televisi.

“Kincir masih tetap ada dan dalam kondisi baik, tetapi tidak digunakan lagi karena sudah ada listrik dari PLN,” jelas Ali.

Kantor UP3 PT PLN (Persero) di Kotamobagu. (Foto: Marshal D.)

Ditemui terpisah, Manejer Bagian Keuangan, SDM dan Administrasi, PT. PLN (Persero) UP3 Kotamobagu, Muhammad Naufal menuturkan, PLN sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memang dituntut memperoleh keuntungan. Tapi di sisi lain, PLN juga mempunyai visi dan misi dalam mensejahterakan seluruh masyarakat di tanah air lewat kehadiran listrik.

“Setiap kepala keluarga berhak memiliki pelayanan listrik dari PLN. Memang sulit kita lakukan, karena berkaitan dengan nilai investasi,” tutur Muhammad saat ditemui di kantornya, Senin 22 Februari 2021.

Saat ini, menurut Muhammad, pelanggan listrik di Desa Mengkang tercatat sebanyak 59 sambungan. Dayanya variatif. Ada yang 450 watt dan 900 watt.

“Tapi rata-rata listrik subsidi. Jadi kalau bicara soal untung-rugi, ya jelas rugi,” kata Muhammad.

Penjelasan Muhammad Naufal itu termuat jelas dalam Laporan Keberlanjutan (sustainability report) PT PLN Persero tahun 2019 yang menyebutkan bahwa, sebagai BUMN yang diberi amanat untuk memberikan layanan ketenagalistrikan, PLN mengemban tanggung jawab besar untuk dapat terus memasok kebutuhan listrik ke seluruh penjuru tanah air dari sisi hulu ke hilir, termasuk penyediaan jaringan transmisi dan distribusi.

PLN juga wajib menyediakan pelayanan umum atau public service obligation (PSO) sesuai misi Pemerintah. Semua itu dilakukan untuk keberlanjutan bangsa.

Dalam strategi kelistrikan nasional, PLN bersinergi dengan Pemerintah meluncurkan program listrik 35.000 MW untuk Indonesia dengan tiga tujuan strategis. Pertama, untuk memeratakan pasokan listrik di setiap daerah yang belum mendapatkan aliran listrik.

Kedua, untuk menambah cadangan daya listrik sebesar 30 persen di atas beban puncak yang ada di hampir semua wilayah. Ketiga, untuk menjadikan listrik sebagai alat pendorong pertumbuhan industri dan kewilayahan.

Selain itu, PLN juga melanjutkan pelaksanaan Fast Track Program (FTP)-I, FTP-II dan program regular.

Akses jalan masuk ke Desa Mengkang. (Foto: Marshal D.)
Gardu listrik di Mengkang (Foto: Marshal D.)

Listrik perdesaan

Sebagai langkah konkret PLN terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat di wilayah terpencil dan seiring dengan kebijakan Pemerintah untuk melakukan perluasan akses listrik, khususnya di wilayah yang belum terjangkau jaringan tenaga listrik seperti perdesaan, maka PLN mengadakan program bertajuk Program Listrik Perdesaan.

Dalam pelaksanaannya, program ini dibiayai oleh Penyertaan Modal Negara (PMN) dan Anggaran PLN. Selain itu, Perusahaan juga berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah dalam menerapkan pola Kerja Sama Operasi (KSO) untuk mempercepat peningkatan desa berlistrik.

Program listrik pedesaan juga merupakan bagian dari target elektrifikasi nasional pada tahun 2020. Selama tahun 2019, jumlah desa berlistrik bertambah sebanyak 2.570 desa, sehingga total desa berlistrik tahun 2019 adalah 81.611 desa.

PLN tentunya memiliki strategi dalam melakukan perluasan akses listrik ke desa-desa. Adapun strategi yang telah berjalan yaitu melakukan pengembangan jaringan distribusi eksisting atau dengan pengembangan pembangkit dari energi baru terbarukan (EBT), seperti pembangkit listrik mikro hidro (PLTMH), pembangkit listrik tenaga surya (PLTS) komunal dan solar home system.

Sementara pasokan listrik tetap mengandalkan bahan bakar minyak untuk daerah yang masih terisolasi, terpelosok, di daerah perbatasan, serta di daerah yang berpotensi tidak memiliki EBT.

Sebagaimana yang termuat dalam Laporan Keberlanjutan (sustainability report) PT PLN Persero tahun 2019, PLN berkomitmen dalam memajukan rakyat Indonesia, melalui pembentukan program praelektrifikasi dengan menggunakan lampu tenaga surya hemat energi (LTSHE). Program ini merupakan program kerja sama dengan Kementerian ESDM yang dilakukan untuk daerah-daerah yang sangat sulit dijangkau yang sebelumnya telah dialirkan listrik dari grid.

PLN juga bekerja sama dengan universitas dalam mencari metode baru untuk memberi akses listrik daerah yang sangat terpencil, dan medannya sulit untuk dilakukan pengembangan jaringan maupun pembangunan pembangkit tenaga listrik.

Berbekal komitmen dan inovasi tiada henti, pemerintah akan terus berupaya menerangi Indonesia sampai ke pelosok meskipun dengan segala keterbatasan yang ada. Bukan tidak mungkin suatu ketika nanti semua pelosok Nusantara akan terang benderang. Setidaknya anak sekolah tak perlu lagi belajar dalam kegelapan.

“Memang bukan perkara mudah menerangi hingga ke daerah terpencil. Pasalnya keberadaan desa di daerah terdepan, tertinggal dan terluar (3T) itu tersebar dengan keterbatasan akses jalan untuk menjangkaunya. Namun hal tersebut tidak menyurutkan komitmen PLN melistriki desa-desa di Tanah Air,” kata Muhammad Naufal.

Warga menggunakan peralatan elektronik. (Foto: Marshal D.)

Bagi sebagian warga yang berada di daerah terpencil, listrik masih menjadi barang mewah. Namun sejak PLN meningkatkan layanan listrik hingga pelosok nusantara, membuat semakin banyak warga bisa menikmati lisrik.

Masyarakat di daerah terpencil seperti Mengkang tak pernah berhenti berharap kepada pemerintah. Kini, yang tersisa dari harapan masyarakat Mengkang adalah akses jalan, yang erat kaitannya dengan peningkatan perekonomian warga desa.

Hasil bumi di Mengkang terbilang sangat melimpah. Termasuk berbagai potensi desa seperti pariwista yang menarik untuk dikembangkan, tapi masih terkendala juga dengan akses jalan. Listrik telah merintis menerangi Mengkang, saatnya rintisan itu berlanjut pada peningkatan pembangunan infrastruktur lainnya.

Editor: Ronny A. Buol