Connect with us

Bolmut

Melihat Inovasi SDN 1 Boroko: Meja Belajar Dibuat Alat Pelindung

Proses pembelajaran secara daring (dalam jaringan) mustahil diterapkan lantaran koneksi internet di wilayah itu masih terbilang buruk. Belum lagi, tidak semua siswa atau orang tua memiliki smart phone.

Published

on

Meja belajar yang dibuat alat pelindung. (Foto Fandri Mamonto)

BOLMUT, PANTAU24.COM-Selasa 3 November 2020, hari masih pagi sekitar pukul 07.30 Wita. Orang tua murid mulai mengantar anaknya ke SDN 1 Boroko, Kecamatan Kaidipang, Kabupaten Bolaang Mongondow Utara (Bolmut).

Para orang tua hanya sampai pintu gerbang sekolah. Setelah itu anak-anak mereka masuk. Para siswa rata-rata memakai masker.

Sementara guru SDN 1 Boroko langsung meyambut dan memberikan arahan kepada siswanya dihalaman sekolah.

Suhu tubuh siswa diperiksa. Lalu kemudian diarahkan untuk mencuci tangan. Tampak tertib dan begitu teratur. Protokol kesehatan diterapkan secara ketat.

Kepala sekolah (Kepsek) SDN 1 Boroko, Taha Lasimpala dibantu beberapa guru lainnya terlihat sedang membuat meja belajar siswa dengan alat pelindung diri terbuat dari plastik dan bahan kayu.

Fakta menarik dan bermanfaat

Taha Lasimpala berbagi cerita kepada media ini bagaimana inovasi itu dibuat. Selama pandemi Covid-19, ia megaku sering kepikiran bagaimana strategi agar aktivitas belajar mengajar tetap bisa berjalan dengan efektif.

Proses pembelajaran secara daring (dalam jaringan) mustahil diterapkan lantaran koneksi internet di wilayah itu masih terbilang buruk. Belum lagi, tidak semua siswa atau orang tua memiliki smart phone.

Sementara, untuk pembalajaran secara luring (luar jaringan) juga para guru kesulitan lantaran jarak rumah siswa di Boroko berjauhan.

“Apalagi ada guru kami yang tidak punya kendaraan,” ungkapnya.

Kendati begitu, proses pembelajaran baik luring maupun daring sudah selalu dilakukan.

“Sehingga pada pertengahan Oktober saya berpikir atau membuat percobaan khusus siswa kelas satu untuk bisa masuk kelas untuk proses pengenalan lingkungan sekolah,” ujarnya.

“Pada waktu itu saat siswa kelas satu datang ke sekolah ada yang masuk ke perpustakaan yang mereka anggap itu kelas satu,” cerita Lasimpala.

Dari satulah ia berpikir untuk membuat alat pelindung diri darurat (APDD) bagi siswa.

Saat tiba di sekolah, para siswa terlebih dahulu mencuci tangan pakai sabun. (Foto Fandri Mamonto)

“Itu istilah yang saya berikan terhadap inovasi ini,” dirinya menambahkan.

Inovasi ini awalnya berupa bambu dibuat seperti lingkaran lalu dipasang plastik untuk menutup meja.

“Tapi karena saya pikir bambu cepat rusak, saya mencari sisa potongan kayu di tempat mengelola kayu dan kumpulkan. Jadi sekarang sudah kayu dan ada juga yang dari besi,” sahutnya.

Inovasi yang ia telorkan itu disambut baik para orang tua murid. Mereka mendukung bahkan dari mereka ada yang memberikan menawarkan bantuan uang. “Tapi saya tidak menerima. Lebih baik sediakan bahannya saja untuk inovasi ini. Dan akhirnya dari mereka bersedia bahkan ada yang membantu proses pembuatan,” tuturnya.

Saat ini menurut Lasimpala sekolahnya memiliki 170 siswa. Tapi baru 163 orang yang masuk dalam dana BOS. Sisanya karena belum memiliki Nomor Induk Siswa (NIS).

“Dari jumlah siswa tersebut. Siswa masuk kelas diatur dibagi stengah dari jumlah siswa atau dilakukan shift. Mereka masuk kelas dibagi dua jam setiap shift. Pelajaran yang diberikan juga tentang situasi saat ini pandemi Covid-19,” tambahnya.

Saat ditanya bagaimana memberikan pelajaran saat waktu hanya dua jam. Kepsek yang menjadi guru sejak 1988 ini menuturkan caranya dibuat RPP sederhana.

“Walaupun demikian tidak waktu istirahat bagi siswa jadi dua jam itu fokus mereka di kelas.”

Inovasi ini juga membuat siswa lebih disiplin dan fokus. Tidak saling mengganggu teman di sebelah.

“Keluar kelas tidak rebutan. Duduk teratur.”

Terpantau, dari kelas satu sampai enam sudah memiliki alat pelindung di meja masing-masing.