Bitung
Netralitas ASN Dihancurkan di Pilkada 2024, Pemkot Bitung Serius atau Hanya Gertak Sambal?

Bitung, Pantau24.com – Pemerintah Kota Bitung tengah diuji. Empat kasus dugaan pelanggaran netralitas Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2024 kini bergulir di meja Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia Daerah (BKPSDMD).
Namun, di tengah proses pemeriksaan yang masih berjalan, muncul pertanyaan besar: Seberapa serius Pemkot menindak pelanggaran ini? Apakah regulasi hanya dijadikan alat formalitas tanpa eksekusi tegas? Atau, seperti banyak kasus sebelumnya, hanya berhenti di level teguran ringan?
Ujian Ketegasan Pemkot
Netralitas ASN sejatinya bukan isu baru. Setiap pemilu, aturan yang melarang mereka terlibat politik praktis selalu digaungkan. Namun, pada praktiknya, pelanggaran tetap berulang.
Di Kota Bitung, empat kasus yang sedang ditangani BKPSDMD mayoritas berkaitan dengan foto bersama calon kepala daerah atau aktivitas di media sosial.
Kasus pertama melibatkan sembilan ASN yang berfoto dengan calon Gubernur Sulawesi Utara Elly Engelbert Lasut (E2L). Kasus kedua, 13 ASN berpose bersama calon Wali Kota Bitung, Hengky Honandar (HH).
Kasus ketiga, seorang ASN menyebarkan foto dan video bersama HH di media sosial. Dan kasus keempat, seorang ASN menghadiri kampanye pasangan calon GM-Win di Stadion Duasudara.
Menurut Plt Kepala BKPSDMD Kota Bitung, Jackson Ruaw, seluruh kasus telah diproses dan sebagian besar telah sampai pada tahap pembuatan berita acara pemeriksaan (BAP).
Kini, nasib para ASN itu bergantung pada keputusan Pejabat Pembina Kepegawaian (PPK), dalam hal ini Wali Kota Bitung. Namun, sejauh mana ketegasan Pemkot dalam menindak mereka?
Kritik Pengamat: Takut atau Tak Mampu?
Pengamat pemerintahan Kota Bitung, Muzakir Polo Boven, memandang kasus ini sebagai ujian kredibilitas pemerintah daerah. Ia menyoroti lambannya proses penanganan serta potensi sanksi yang tidak memberi efek jera.
“Pemkot Bitung harus membuktikan bahwa mereka tidak tebang pilih dalam menegakkan aturan. Jika ASN yang melanggar hanya diberi sanksi administratif ringan, maka kepercayaan publik terhadap netralitas birokrasi akan semakin turun,” ujar Muzakir kepada Pantau24.com, Jumat (7/2/2025).
Menurutnya, jika memang sudah ada bukti kuat, Pemkot seharusnya segera mengambil tindakan. Penundaan hanya akan memunculkan spekulasi bahwa pemerintah setengah hati atau bahkan ragu dalam menjatuhkan sanksi.
“Kalau benar-benar ingin menegakkan aturan, jangan ragu. Jangan sampai publik melihat ini hanya sekadar gertak sambal atau manuver politik yang akhirnya berujung pada kompromi,” tegasnya.
Lebih jauh, Muzakir mengingatkan bahwa aturan netralitas ASN bukan sekadar formalitas, melainkan instrumen penting dalam menjaga demokrasi yang sehat.
“Jika dibiarkan tanpa tindakan tegas, maka ASN akan semakin berani terlibat dalam politik praktis karena merasa aman dari sanksi,” sorotnya.
Menanti Keberanian Wali Kota
Pada akhirnya, semua mata tertuju pada Wali Kota Bitung sebagai pemegang keputusan. Apakah ia berani menjatuhkan sanksi tegas atau justru memilih bersikap lunak?
“Jika kasus ini hanya berakhir dengan peringatan tanpa sanksi berat, maka hal itu bisa menjadi preseden buruk bagi netralitas ASN di masa mendatang. ASN lain mungkin akan berpikir bahwa melanggar aturan bukanlah persoalan besar, sebab toh sanksinya hanya sekadar formalitas,” ujar Muzakir.
Dalam konteks ini sambung Muzakir, keputusan Pemkot Bitung akan menjadi barometer bagi pemerintahan daerah lainnya. Jika mereka gagal menunjukkan ketegasan, maka kepercayaan publik terhadap independensi birokrasi akan semakin luntur.
“Kini, publik menunggu jawaban. Apakah Pemkot Bitung akan membuktikan komitmennya terhadap aturan, atau justru membiarkan kasus ini tenggelam bersama banyak kasus serupa di masa lalu?” tutup Muzakir.

You must be logged in to post a comment Login