Connect with us

Bitung

Retorika Lingkungan di Tengah Hujan Deras Bitung

Published

on

Muzakir Polo Boven

Oleh: Muzakir Polo Boven

Di tengah derasnya curah hujan yang mengguyur Kota Bitung, Wakil Wali Kota Hengky Honandar SE kembali mengingatkan masyarakat untuk tidak membuang sampah sembarangan.

Sebuah pesan yang terdengar manis di permukaan, tetapi sayangnya, menguap begitu saja di tengah kerumitan problem lingkungan kota ini.


Pernyataan Honandar, yang menyerukan pentingnya menjaga kebersihan dan mengusulkan agenda kebersihan rutin di tingkat kecamatan, mengundang tanya besar. Apakah pemerintah benar-benar memahami skala permasalahan yang dihadapi Bitung?

Fakta menarik dan bermanfaat

Sebab, banjir bukan hanya soal perilaku masyarakat, tetapi cerminan dari kelemahan tata kelola lingkungan yang telah berlangsung bertahun-tahun.


Drainase yang Tak Berfungsi
Mari kita mulai dari hal mendasar. Sistem drainase kota. Sudah menjadi rahasia umum bahwa sebagian besar saluran air di Bitung tidak lagi mampu menampung debit air saat hujan deras.

Banyak saluran yang tersumbat oleh sampah, lumpur, atau bahkan proyek pembangunan yang tidak memperhatikan dampaknya terhadap lingkungan. Apakah ada evaluasi sistematis terhadap infrastruktur ini? Ataukah pemerintah lebih sibuk beretorika, melempar tanggung jawab ke pundak masyarakat?


Honandar mungkin lupa, bahwa sebelum meminta masyarakat bertanggung jawab, pemerintah harus memastikan fasilitas pengelolaan sampah berjalan dengan baik. Berapa banyak tempat pembuangan sampah yang tersedia di Bitung? Apakah armada pengangkut sampah bekerja optimal? Ataukah kita masih bergantung pada pola lama, membiarkan sampah menumpuk hingga akhirnya terbawa ke laut oleh hujan?


Agenda Kebersihan, Sekadar Wacana?
Usulan Honandar agar kecamatan membuat agenda kebersihan rutin pun terdengar menarik. Namun, pertanyaannya, bagaimana pemerintah mendukung usulan ini? Apakah ada anggaran khusus untuk mendukung kegiatan tersebut? Apakah sudah ada mekanisme yang jelas untuk mengintegrasikan peran masyarakat, swasta, dan pemerintah dalam pelaksanaannya? Ataukah ini hanya akan menjadi janji kosong yang sulit direalisasikan?


Masalahnya, Bitung tidak kekurangan agenda atau rencana. Yang kurang adalah eksekusi. Setiap musim penghujan, narasi yang sama berulang. Himbauan, peringatan, dan janji untuk berbenah. Namun, hingga kini, banjir tetap menjadi ancaman tahunan yang merugikan masyarakat.


Pemerintah dan Retorika Kosong
Di sisi lain, Honandar menyerukan perlunya kerja sama semua pihak. Sebuah pernyataan yang klise, tetapi tidak salah. Namun, retorika seperti ini sudah terlalu sering kita dengar.

Apa kontribusi nyata pemerintah dalam mendorong kerja sama ini? Apakah sudah ada regulasi tegas untuk mengatur tanggung jawab perusahaan dalam pengelolaan limbah mereka? Apakah sudah ada upaya serius untuk mengedukasi masyarakat, bukan hanya lewat imbauan musiman, tetapi melalui program jangka panjang yang konsisten?


Jika hanya bergantung pada imbauan, masalah ini tidak akan selesai. Pemerintah harus keluar dari pola pikir reaktif dan mulai berpikir strategis. Jangan tunggu hujan deras mengguyur baru bereaksi. Jangan tunggu banjir melanda baru bicara tentang pentingnya kebersihan lingkungan.


Antara BMKG dan Realitas di Lapangan
Peringatan dini dari BMKG tentang potensi hujan lebat, kilat, dan angin kencang mestinya menjadi pemicu bagi pemerintah untuk bergerak cepat. Namun, alih-alih menyiapkan langkah mitigasi yang konkret, kita justru disuguhkan imbauan-imbauan tanpa solusi. Masyarakat sudah lelah dengan janji kosong.



Muzakir Polo Boven, pemerhati Kota Bitung, menawarkan sejumlah langkah konkret untuk mengatasi persoalan ini:
• Audit dan Modernisasi Sistem Drainase
Pemerintah harus segera melakukan audit menyeluruh terhadap sistem drainase kota. Saluran yang tersumbat perlu dibersihkan, dan infrastruktur yang tidak memadai harus segera diperbaiki atau diperluas. Investasi dalam teknologi ramah lingkungan, seperti drainase berpori, juga harus dipertimbangkan.
• Fasilitas dan Edukasi Pengelolaan Sampah
Pemerintah perlu menyediakan lebih banyak tempat pembuangan sampah di setiap kecamatan, disertai dengan jadwal pengangkutan yang teratur. Selain itu, edukasi berkelanjutan tentang pengelolaan sampah, mulai dari tingkat sekolah hingga masyarakat umum, harus menjadi prioritas.
• Penerapan Sanksi dan Insentif
Regulasi terkait kebersihan lingkungan harus disertai dengan sanksi tegas bagi pelanggar. Namun, pemerintah juga perlu memberikan insentif, seperti program pengelolaan sampah berbasis ekonomi sirkular, di mana masyarakat dapat menukarkan sampah dengan nilai ekonomi tertentu.
• Kolaborasi dengan Sektor Swasta
Perusahaan besar di Bitung harus diwajibkan berkontribusi dalam pengelolaan lingkungan melalui program tanggung jawab sosial perusahaan (CSR). Limbah industri mereka juga harus diawasi secara ketat.
• Pembentukan Tim Reaksi Cepat Lingkungan
Muzakir mengusulkan pembentukan tim khusus yang bertugas membersihkan saluran air dan memantau kebersihan lingkungan secara rutin, terutama di musim penghujan. Tim ini harus dibekali dengan peralatan modern dan bekerja berdasarkan laporan masyarakat.


“Jika langkah-langkah ini diterapkan dengan serius, Bitung tidak hanya akan bebas dari banjir, tetapi juga bisa menjadi contoh bagi kota-kota lain dalam pengelolaan lingkungan,” tegas Muzakir.


Hujan deras akan terus turun, tetapi semoga langkah konkret menggantikan retorika kosong sebelum Bitung benar-benar tenggelam.