PERISTIWA
Terinspirasi Patah Hati, hingga Kolaborasi bareng Tommy Richman
Nuansa retro berhasil menarik perhatian KADOLEAF atau Alif Purnama, penyanyi sekaligus penulis lagu yang tinggal di New York, Amerika Serikat.
Belum lama ini, KADOLEAF merilis lagu berjudul “2002 Prada” di Amerika Serikat, yang bernada retro dan memiliki rasa ‘vintage’ di dalamnya. Walau terinspirasi oleh kisah hidupnya setelah mengalami patah hati, lagu ini memiliki irama yang menyenangkan.
“Saya tidak akan menyebut nama,” kata Alif sambil tertawa saat membahas seputar tema patah hati dengan VOA belum lama ini.
“Tapi saya bisa bilang, saya belajar banyak dari (pengalaman itu). Sekarang saya bisa melihat ke belakang dan saya bisa tersenyum (dan bilang) saya senang hal itu terjadi,” tambah penyanyi yang menyukai gaya fashion vintage ini.
Keunikannya dalam bermusik dan menyanyi menghasilkan kolaborasi dengan penyanyi Tommy Richman, yang namanya melejit lewat lagu “Million Dollar Baby.” Bersama Tommy yang adalah teman SMAnya, Alif merilis beberapa lagu, yang salah satunya berjudul “Number Nine.”
“Artis-artis itu suka fokus pada apa yang orang-orang kan suka. Ketika saya dan Tommy menggarap “Number 9” kita lebih (menggarap) apa yang kita suka. Kita tidak peduli apa yang orang-orang pikirkan. Dan kita beruntung orang-orang menyukainya,” ceritanya.
Hingga kini lagu “Number 9” yang dirilis tahun 2021 telah didengar lebih dari 600 ribu kali di Spotify.
Asal Usul KADOLEAF
Nama KADOLEAF yang unik ternyata memiliki cerita tersendiri. Alif mendapat inspirasi dari masa kecilnya saat mengikuti taekwondo dulu. Ia kerap dipanggil Kato, karakter yang diperankan oleh mendiang aktor Bruce Lee dalam film Green Hornet, yang pengucapannya mirip KADO. LEAF sendiri berasal dari Alif, namanya, yang lalu ia gabung menjadi KADOLEAF (baca: kedolif).
“Saya sangat cepat ketika melakukan taekwondo. Jadi seperti yang orang bilang, mirip seperti Bruce Lee,” kenangnya.
Sejak kecil memang Alif sudah senang menyanyi. Ia juga mengikuti les piano dan gitar sejak masih duduk di kelas 2 SD.
“Di sekolahnya dia sering ikutan nyanyi-nyanyi di acara-acara sekolah, kayak malam kesenian,” cerita Indah Rianti, ibu dari Alif.
“Waktu SMP dia mulai ngarang lagu, musiknya dia suka ambil dari Garage Band Apple Music gitu, saya ingat banget,” kenang Indah.
Kecintaannya terhadap dunia tarik suara semakin dalam saat Alif berusia 14 tahun. Ia terjun ke dunia ini dan menjadi seorang rapper, karena suka dengan musik rap. Ia juga kerap mendengarkan musik rock, khususnya band Linkin’ Park, yang memadukan nuansa rap dan rock.
“Nah, waktu SMA dia bikin grup band, anggotanya 4 orang. Nah, Alif ini gitaris dan vokalisnya,” tambah Indah.
Alif pun lalu bergabung di kelompok kur sekolahnya, dimana ia bertemu dan menjadi akrab dengan penyanyi Tommy Richman.
“Dari situlah asal mula vokal saya. Saya menjadi penyanyi setelah itu,” cerita penyanyi kelahiran tahun 1998 ini.
“Di situ dia bilang, ‘Alif suka musik, Mami,’ katanya gitu. ‘OK, Papi, Mami akan support kamu terus, tapi ingat pelajaran di sekolah harus nomor 1 ya,’” ujar Indah.
Hijrah ke New York
Lahir dan besar di negara bagian Virginia, Amerika Serikat, Alif lantas hijrah ke New York tahun 2016 untuk kuliah jurusan teknik informatika di Hofstra University. New York menjadi saksi tumbuhnya karir Alif sebagai musisi yang mendorongnya untuk berkembang.
“Saya pergi menonton banyak pertunjukan di New York, lalu saya juga mengenal tentang artis-artis lain,” ujar Alif.
“Ketika kamu pindah ke negara bagian lain, kamu sadar bahwa orang-orang memiliki kehidupan yang berbeda dan kamu bisa belajar lebih banyak lagi. Musik juga jadi lebih menarik,” katanya.
Inilah yang menjadi titik baginya untuk memutuskan bahwa musik bukan lagi sekadar hobi. Ia yakin bisa menjadikannya sebagai karir.
“Orang tua saya ingin saya bahagia, jadi mereka akan mendukung apa yang saya lakukan,” ujarnya.
Terjun ke industri musik di Amerika, Alif mengaku tentu saja banyak tantangannya. Tidak hanya sulit berinteraksi dengan artis-artis yang sudah terkenal, tetapi ia juga harus bisa mengikuti tren yang berhubungan dengan media sosial.
“Sekarang musik fokus pada media sosial. Jadi kamu tidak hanya menjadi artis, tapi kamu juga harus bisa menjadi pemengaruh dan memastikan baahwa kamu sangat mahir (menggunakan) Instagram, Twitter (red.X), karena tidak akan ada yang mendengarkan musikmu kalau tidak begitu,” jelasnya.
Tidak hanya media sosial, tetapi berbagai layanan streaming untuk mendengarkan musik juga memudahkannya dalam merilis hasil-hasil karya musiknya.
“Mudah dengan adanya Internet untuk menyebarkan (karya-karya musik) ke (dunia) internasional. Saya enggak usah pergi ke Indonesia, jual-jual CD di jalan-jalan. Saya hanya perlu mengunggahnya secara daring. Saya bisa mengunggahnya di YouTube dan hanya dengan satu kali klik, mereka bisa mendengarnya,” ujarnya.
Terinspirasi Patah Hati
Hingga kini Alif sudah merilis dan terlibat dalam penggarapan hampir 50 lagu yang bisa didengar lewat berbagai layanan streaming.
“Saya selalu menulis lagu. Saya selalu menggarap lagu. Tapi tidak semuanya dirilis,” kata penyanyi yang juga menyukai puisi ini.
Seperti halnya “2020 Prada” yang terinspirasi dari patah hati, Alif memang banyak menulis lagu mengenai kisah cinta yang sedih. Siapa yang menyangka kisah sedih yang ia tuangkan ke dalam lirik-lirik lagunya berhasil menghasilkan sesuatu yang indah, yang bisa dinikmati oleh banyak orang.
Sebagai penulis lagu tentu saja terkadang ia dihadapi juga dengan kebuntuan yang menurutnya adalah hal yang natural. Ia pun berusaha untuk menjaga keseimbangan antara kehidupan dan bermusik.
“Kalau saya (sedang) tidak bisa bermusik, saya lalu pergi keluar. Saya akan menjalani kehidupan dan nanti secara alami (musik) akan kembali,” kata penggemar penyanyi Lorde dan Charli XCX ini.
Kesulitan dalam menulis lagu ia alami saat menggarap lagu terbarunya yang berjudul “Chinatown.” Selama empat bulan ia mencoba menulis lagu tersebut, yang menurutnya adalah lagu tersulit yang pernah ia tulis.
“(Lagu) ini sangat susah untuk ditulis (liriknya), karena ketika sebuah lagu itu susah, saya akan menulis liriknya sedikit demi sedikit,” ujar penggemar sate padang dan otak-otak ini.
Kembali ke Akar Indonesia
Sebagai penyanyi, Alif kerap diundang ke berbagai acara yang diselenggarakan oleh komunitas Indonesia, salah satunya Jakarta Day at Indonesian Street Festival New York 2024 di New York belum lama ini. Menurutnya, saat beranjak dewasa, ia merasa tidak begitu memiliki ikatan yang kuat dengan kebudayaan Indonesia, mengingat tidak ada orang-orang Indonesia di sekitarnya.
“Dari sejak kecil Maminya sudah sering mengajak Alif untuk ikut acara atau kegiatan di (Kedutaan Besar Republik Indonesia), tapi Alifnya menolak. Mungkin dia malu,” cerita Geliga Purnama, ayah dari Alif.
Pemikiran Alif mulai berubah ketika ia tampil di sebuah acara bertajuk “Irama” di Los Angeles, California. Geliga pun mengatakan, putra semata wayangnya itu senang bisa tampil di acara-acara bertema Indonesia di Amerika Serikat.
“Setelah saya (tampil di “Irama”) saya menyadari bahwa banyak orang-orang seusia saya di Amerika yang adalah orang Indonesia. Dari sana saya ingin melakukan lebih banyak lagi yang berhubungan dengan kebudayaan saya, karena saya merasa tidak pernah melakukan hal itu saat masih kecil,” jelas Alif.
Selain tampil di berbagai acara bertema Indonesia, Alif juga merilis lagu yang memakai judul dalam bahasa Indonesia, yaitu “Purnama,” yang juga adalah nama keluarganya. Purnama yang dalam bahasa Inggris berarti full moon, menjadi ide untuk nama usaha event organizer yang didirikannya yaitu Majin Moon.
“Kami mulai (menggelar acara) di rooftop (halaman di atap rumah.red) rumah seseorang dan acara itu amat sangat tidak terorganisir, sangat berantakan. Tapi setelah itu kami terus berkembang,” jelas Alif yang sehari-harinya juga bekerja di bidang teknologi informasi.
Di Majin Moon, Alif berkolaborasi dengan dua orang DJ, Tony Montano dan Jordan Spady, yang kerap mengadakan acara di berbagai klub, bar, dan tempat lainnya.
“KADOLEAF adalah seseorang yang berpikiran kreatif, peduli dengan orang lain, semua yang dilakukannya orisinil, otentik,” ujar Tony Montano yang sudah mengenal Alif sejak duduk di bangku SMP kepada VOA.
Hingga kini Majin Moon sudah menggelar sekitar 15 acara di Amerika Serikat. Melalui berbagai acara ini ia mendapat kesempatan untuk berjejaring dan membangun pertemanan baru yang bisa membuat dirinya dan usahanya berkembang.
Untuk ke depannya Alif akan terus bermusik. Ia pun berpesan kepada teman-teman yang ingin mengikuti jejak karirnya untuk tidak takut menjadi diri sendiri. [di/dw]
You must be logged in to post a comment Login