PERISTIWA
Debat Cawapres, Muhaimin dan Mahfud Nilai ‘Food Estate’ Gagal
Ketiga cawapres pada Pemilu 2024, Muhaimin Iskandar, Gibran Rakabuming Raka dan Mahfud MD menyampaikan visi, misi dan gagasan mereka tentang pembangunan berkelanjutan dan lingkungan hidup, sumber daya alam dan energi, pangan, agraria hingga masyarakat adat dan desa, pada Minggu di Jakarta Convention Center (JCC) Jakarta.
Proyek food estate atau lumbung pangan yang dikelola salah satunya oleh Menteri Pertahanan Prabowo Subianto mendapat sorotan dari capres nomor urut 1 Muhaimin Iskandar dan juga Mahfud MD, capres nomor urut 3. Muhaimin menilai proyek food estate tersebut harus dihentikan.
“Upaya pengadaan pangan nasional dilakukan melalui food estate. Food estate terbukti mengabaikan petani kita, meninggalkan masyarakat adat kita, menghasilkan konflik agraria dan bahkan merusak lingkungan kita. Ini harus dihentikan,” tegas Muhaimin.
Petani dan masyarakat adat kata Muhaimin harus menjadi bagian utama dari program pengadaan pangan nasional. Hasil sensus pertanian Badan Statistik Nasional (BPS) kata Muhaimin menunjukan bahwa sepuluh tahun terakhir ini, rumah tangga petani gurem berjumlah hampir 3 juta. Ini artinya 16 juta rumah tangga petani hanya memiliki tanah setengah hektar.
Hal yang sama juga diungkapkan Mantan Menteri Koordinator bidang Politik, Hukum dan Keamanan, Mahfud MD yang menyebut proyek food estate gagal.
“Kami punya program petani bangga bertani, di laut jaya nelayan sejahtera. Jangan, misalnya seperti food estate yang gagal dan merusak lingkungan, yang benar aja, rugi dong, kita,” kata Mahfud MD.
Sementara itu, Cawapres nomor urut dua, Gibran Rakabuming Raka menjelaskan masih ada program Food Estate yang berhasil. Gibran menyebut bahwa Food Estate di Gunung Mas, Kalimantan Tengah menjadi salah satu yang berhasil. Bahkan Gibran mengklaim Food Estate Gunung Mas sudah berhasil menghasilkan panen singkong dan jagung.
Pengkampanye iklim dan energi di Greenpeace Indonesia, Didit Haryo Wicaksono menilai proyek food estate tersebut tidak lebih dari sekedar untuk memenuhi kepentingan “kroni-kroni” atau orang –orang yang mendorong proyek food estate, dan itu sangat berbahaya.
“Artinya untuk mendapatkan keuntungan terpaksa melakukan kegiatan-kegiatan curang termasuk mencurangi ekologi yang seharusnya digunakan untuk menampung karbon seperti lahan-lahan yang ada di food estate, malah dibuka untuk keuntungan segelintir orang saja,”ungkap Didit.
Didit menjelaskan sebagian besar lahan yang digunakan untuk proyek food estate adalah lahan gambut, yang memiliki satu setengah kali lipat CO2 (karbon dioksida) dibanding lahan biasa.
“Ketika itu dibuka dia akan melepas satu setengah lebih besar emisi ke udara, dan itu yang kita hadapi sekarang. Jadi kita mengalami kerugian ekologis akibat pembukaan lahan tersebu. Dan kita juga mengalami kerugian di faktor lain,” tambahnya.
Selain itu, tambahnya hasil singkong yang dihasilkan pada proyek tersebut berkualitas rendah.
Jika pemerintah ingin mendorong ketahanan pangan lanjut Didit dapat melakukan insentifikasi lahan pertanian yang ada di wilayah-wilayah yang sudah ada di Indonesia dan bukan malah membuka lahan baru.
Pasalnya banyak lahan-lahan produktif di Indonesia diambil alih oleh negara.Dia mencontohkan 226 lahan pertanian produktif milik warga yang ada di Batang, Jawa Tengah yang diambil alih untuk digunakan untuk pembangunan pembangkit listrik energi kotor padahal lahan tersebut mampu menghasilkan 8 ton gabah dari setiap hektar tanahnya. Sementara PLTU itu sendiri kata Didit tidak diperlukan masyarakat.
Menurutnya sisa hutan yang ada di Indonesia dan dunia semakin kritis. Salah satu penyebabnya adalah pembukaan lahan untuk berbagai kepentingan. Kritisnya kondisi hutan ini ujar Didit akan memperparah dampak dari krisis iklim karena meningkatnya CO2 yang ada di atmosfer.
Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Prabowo Subianto-Gibran Rakabuming Raka, Erwin Aksa mengatakan food estate merupakan salah satu bagian untuk membangun ketahanan pangan.
Masyarakat harus memahami, kata Erwin, bahwa Indonesia baru saja bangkit dari pandemi, di mana selama dua tahun terakhir, pemikiran semua orang termasuk pemerintah adalah soal kesehatan.
Food Estate adalah salah satu proyek pangan yang dikerjakan Presiden Joko Widodo. Ketika itu, presiden mengatakan pemerintah perlu menyiapkan lumbung pangan untuk menghadapi krisis pangan akibat pandemi Covid-19. Proyek food estate dikerjakan lintas sektor dan kementerian termasuk Kementerian Pertahanan. Jokowi berdalih bahwa ketahanan pangan juga merupakan bagian dari pertahanan nasional.
Prabowo juga mencetuskan gagasan membuat sentra singkong di sejumlah daerah. Salah satu yang dipilih adalah kabupaten Gunung Mas, Provinsi Kalimantan Tengah.
Prabowo menjanjikan pusat produksi sekaligus industri singkong terpadu di wilayah itu. Singkong menjadi pilihan karena dianggap merupakan tanaman yang mudah ditanam sekaligus sumber pangan pokok alternatif beras. [fw/ns]
You must be logged in to post a comment Login