Orang-orang Rohingya dari Myanmar menghadapi gelombang permusuhan dan penolakan di Indonesia, di mana komunitas-komunitas regionalnya mengatakan mereka sudah jenuh dengan lonjakan jumlah kapal yang membawa etnis minoritas yang teraniaya itu ke pantai mereka.
Lebih dari 1.200 orang Rohingya telah mendarat di Indonesia sejak bulan November, menurut data dari Badan Urusan Pengungsi PBB (UNHCR), dan setidaknya 300 orang lagi tiba pada akhir pekan lalu.
“Masih banyak orang miskin di sini,” kata Ella Saptia, 27, warga Pidie di provinsi Aceh, di mana masyarakatnya pada umumnya bersimpati kepada para pengungsi Rohingya.
“Mengapa kita harus mengurus ribuan warga Rohingya yang menimbulkan banyak masalah?” ia menambahkan. “Mereka memberi pengaruh buruk. Ada di antara mereka yang kabur, melakukan hubungan seks di luar nikah dan narkoba.”
Juru bicara pemerintah Aceh tidak segera menanggapi permintaan komentar dari Reuters. Tahun ini para pengungsi itu menghadapi permusuhan dan ancaman bahwa mereka dan kapal-kapal yang mereka tumpangi, akan diperintahkan pulang.
Pekan lalu, para pengunjuk rasa di Pulau Sabang, Aceh, memindahkan tenda-tenda yang didirikan sebagai tempat penampungan sementara bagi warga Rohingya, seperti yang ditunjukkan dalam video-video yang disiarkan di televisi-televisi lokal, dan mengancam akan mendorong kapal-kapal mereka kembali ke laut.
Babar Baloch, juru bicara UNHCR untuk wilayah Asia, mengatakan bahwa badan tersebut “terkejut” dengan laporan tersebut, yang dapat membahayakan nyawa para penumpang.
Kedatangan pengungsi Rohingya cenderung meningkat antara bulan November dan April, ketika laut lebih tenang. Banyak dari mereka naik kapal dan berlayar menuju negara tetangga Thailand, serta Indonesia dan Malaysia yang mayoritas penduduknya Muslim.
“Terlalu banyak orang Rohingya di Aceh,” kata Desi Silvana, 30, salah seorang warga yang tinggal di daerah tersebut. “Tahun ini sudah ratusan, bahkan ribuan yang datang.”
Sekitar 135 pendatang Rohingya akhir pekan lalu telah dipindahkan ke kantor gubernur provinsi tersebut setelah komunitas di Kabupaten Aceh Besar menolak mereka, kata media. Tidak jelas apa yang memicu reaksi buruk tersebut, yang juga muncul di media sosial.
“Saya tidak mau membayar pajak jika digunakan untuk Rohingya,” kata salah satu pengguna platform sosial X, trianiwiji9. Yang lain menggambarkan Rohingya sebagai “parasit.”
Dalam sebuah pernyataan pada hari Jumat, Presiden Indonesia Joko Widodo menyalahkan lonjakan kedatangan baru-baru ini sebagai akibat dari perdagangan orang, dan berjanji untuk bekerja sama dengan organisasi internasional untuk menawarkan tempat penampungan sementara.
Selama bertahun-tahun, banyak warga Rohingya meninggalkan Myanmar yang mayoritas penduduknya beragama Buddha. Di Myanmar. mereka umumnya dianggap sebagai pendatang asing dari Asia Selatan, ditolak status kewarganegaraannya, dan menjadi sasaran pelecehan. [ab/uh]
You must be logged in to post a comment Login