Connect with us

PERISTIWA

Soal DCT Tak Penuhi 30 Persen Perempuan, Bawaslu Nilai KPU Lakukan Pelanggaran Administrasi Pemilu

Published

on

Majelis Pemeriksa Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam sidang dugaan pelanggaran administrasi pemilu hari Rabu (29/11) memutuskan bahwa Komisi Pemilihan Umum (KPU) selaku terlapor, telah melakukan pelanggaran administratif pemilu dalam penetapan Daftar Calon Tetap (DCT) anggota DPR yang tidak memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. KPU telah menetapkan secara resmi DCT ini pada 3 November lalu.

“Memutuskan, satu, menyatakan terlapor terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran administrasi pemilu. Dua, memerintahkan kepada terlapor untuk melakukan perbaikan administrasi terhadap tata cara prosedur dan mekanisme pada tahapan pencalonan anggota DPR dengan menindaklanjuti putusan Mahkamah Agung nomor 24 P/HUM/2023, ” kata Puadi selaku ketua majelis pemeriksa, Bawaslu dalam sidang pembacaan putusan perkara Nomor REG 010/LP/ADM.PL/BWSL/00.00/XI/2023.

Dalam putusannya, Majelis Pemeriksa Bawaslu menyatakan KPU telah melanggar ketentuan Pasal 460 ayat (1) UU 7/2017 tentang Pemilu.

Fakta menarik dan bermanfaat

Bawaslu juga memberikan teguran terhadap terlapor agar tidak mengulangi perbuatan yang melanggar ketentuan perundang-undangan.

Bawaslu menilai KPU telah mengabaikan putusan Mahkamah Agung Nomor 24P/HUM/2023 pada 29 Agustus 2023 yang memerintahkan KPU untuk mencabut pasal 8 ayat 2 Peraturan KPU (PKPU)10/2023 yang bertentangan dengan UU 7/2017. KPU dinilai telah dengan sengaja melaksanakan tahapan proses pencalonan anggota DPR dengan tetap berpedoman pada norma Pasal 8 ayat 2 PKPU 10/2023, bukan pada putusan MA tersebut.

“Menimbang terlapor kemudian pada tanggal 3 November 2023 menetapkan daftar calon tetap anggota DPR untuk 18 partai politik peserta pemilu… di mana di dalamnya terdapat 267 daftar calon tetap anggota DPR dari 17 partai politik yang persentase keterwakilan perempuannya kurang dari 30 persen yang bertentangan dengan ketentuan pasal 245 UU Pemilu dan norma pasal 8 ayat 2 PKPU 10/2023 sebagaimana putusan Mahkamah Agung,” papar anggota majelis pemeriksa Bawaslu, Herwyn J.H Malondo.

Ditambahkannya, Majelis Pemeriksa Bawaslu mempertimbangkan kebijakan kuota keterwakilan perempuan 30 persen itu untuk mendorong keterlibatan perempuan dalam kehidupan politik. Keberadaan perempuan sebagai penentu kebijakan pemerintahan diyakini akan menghasilkan kebijakan yang lebih pro-perempuan.

Hadar Nafis Gumay. (VOA/Nurhadi Sucahyo)

Hadar Nafis Gumay, Direktur Eksekutif Jaringan Demokrasi dan Pemilu Berintegritas (NETGRIT), yang menjadi salah satu pelapor, mendesak KPU untuk segera melaksanakan keputusan Bawaslu tersebut.

“Dengan demikian keadilan pemilu atau electoral justice yang telah dilakukan upaya koreksinya oleh Bawaslu ini bisa ditegakkan artinya kita tidak membiarkan atau khususnya KPU membiarkan penyelenggaraan pemilu kita bertentangan dengan undang-undang,” kata Hadar kepada VOA.

Pengabaian Perintah MA Rugikan Hak Politik Perempuan

Dua belas pelapor yang berasal dari dari Koalisi Masyarakat Peduli Keterwakilan Perempuan ke Bawaslu RI, pada tanggal 13 November 29, 2023 melaporkan seluruh anggota KPU atas dugaan pelanggaran administratif pemilu. Ini dikarenakan KPU menetapkan DCT anggota DPR Pemilu 2024 yang tidak sesuai dengan tata cara penerapan kebijakan afirmasi keterwakilan perempuan.

Dalam siaran persnya saat mengajukan gugatan, koalisi itu menggarisbawahi ketentuan Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 tentang Pencalonan Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Provinsi, dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten/Kota terkait penggunaan rumus/formula penghitungan keterwakilan perempuan berupa pembulatan ke bawah.

Rumus atau formula penghitungan itu sebenarnya telah dikoreksi oleh Mahkamah Agung melalui Putusan MA No.24 P/HUM/2023 pada 29 Agustus 2023. Putusan itu memerintahkan KPU untuk mencabut Pasal 8 ayat (2) Peraturan KPU No.10 Tahun 2023 karena bertentangan dengan UUD NRI Tahun 1945, UU No.7 Tahun 1984 tentang Ratifikasi CEDAW, dan UU No.7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Namun, sampai dengan ditetapkannya DCT anggota DPR, DPRD Provinsi, dan DPRD Kabupaten/Kota, KPU mengabaikan perintah MA itu sehingga merugikan hak politik perempuan untuk menjadi calon anggota DPR dan DPRD yang menurut ketentuan Pasal 245 UU 7/2017 harus memuat keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen.

Dari analisis pelapor, didapati terdapat 266 DCT dari total 1.512 DCT Anggota DPR Pemilu 2024 yang telah ditetapkan dan diumumkan KPU yang tidak memuat ketentuan keterwakilan perempuan paling sedikit 30 persen. [yl/em]

Sumber: VOA

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply