Connect with us

PERISTIWA

Rotasi Cepat Dubes Indonesia untuk AS, Mengapa?

Published

on

Presiden Joko Widodo, Senin (17/7) melantik satu menteri dan lima wakil menteri. Di antara lima wakil menteri itu terdapat Rosan Perkasa Roeslani, yang ditarik pulang dari posisinya sebagai Duta Besar Indonesia untuk Amerika dan ditunjuk menjadi Wakil Menteri Badan Usaha Milik Negara.

Rosan, yang baru menjabat pada 25 Oktober 2021, adalah duta besar ketiga dalam empat tahun terakhir yang tidak menyelesaikan masa jabatannya secara penuh. Umumnya masa jabatan seorang duta besar berkisar antara tiga hinga lima tahun, tergantung kebutuhan dan berbagai pertimbangan lain.

Pendahulu Rosan, Muhammad Lutfi, hanya menduduki posisi yang sama selama kurang lebih tiga bulan, yaitu pada 14 September-23 Desember 2020. Lutfi kemudian ditarik pulang dan diangkat menjadi menteri perdagangan.

Pendahulu Lutfi, Mahendra Siregar, menjabat selama sembilan bulan, antara 7 Januari – 25 Oktober 2019. Ia ditarik pulang dan diangkat menjadi wakil menteri luar negeri dan kemudian menjadi ketua Otoritas Jasa Keuangan.

Fakta menarik dan bermanfaat

Mungkinkah Membangun Networking dalam Waktu Singkat?

Pengamat hubungan internasional di Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Nanto Sriyanto mengatakan ia memahami rotasi yang begitu cepat itu karena adanya kebutuhan di dalam negeri. Tetapi ia mempertanyakan faktor membangun jaringan (networking) dengan pejabat dan institusi di negara penempatan, yang tidak bisa dilakukan dalam periode singkat, terlebih dengan kultur diplomasi yang jauh berbeda.

Duta Besar RI untuk Amerika Rosan Roeslani saat menghadirkan buka puasa ala Indonesia yang merangkul tiga agama Ibrahim di KBRI Washington DC, 13 April 2023. (VOA/Eva Mazrieva)

“Ketika mereka ditarik ke Indonesia untuk memegang jabatan, katakanlah pejabat teras negara, artinya apakah pada misi sebelumnya, mereka sudah bisa membangun hubungan kelembagaan? Ini yang memang menjadi tanda tanya. Walaupun saya melihat secara pribadi mereka sudah punya cukup jejaring bisnis, tapi persoalannya adalah apakah ketika mereka menjabat dalam waktu yang singkat itu, Indonesia secara diplomatik sudah cukup bisa membangun hubungan dengan Amerika, itu menjadi sebuah persoalan tersendiri,” kata Nanto.

Empat tahun terakhir ini, pemerintah Indonesia dinilai konsisten menempatkan orang dengan latar belakang ekonomi dan bisnis yang kuat untuk menjadi duta besar Indonesia untuk Amerika. Tetapi rekam jejak tokoh-tokoh itu dan target memperkuat hubungan ekonomi dengan Amerika tampak sirna dengan rotasi berulang kali ini, tambah Nanto.

Dia menekankan membangun hubungan diplomatik antar pemerintahan tidak dapat disetarakan dengan membangun hubungan bisnis di tingkat perusahaan antar dua negara.

Indikator Penunjukkan dan Penarikan Dubes

Sesuai UUD 1945 Pasal 13, presiden memang memiliki hak prerogatif untuk mengangkat duta besar dan konsul, dan khusus dalam hal pengangkatan dan penempatan duta besar maka presiden memperhatikan pertimbangan DPR. Penunjukkan duta besar untuk negara-negara adidaya, biasanya dilakukan dengan sangat hati-hati dan terukur. Tak terkecuali duta besar untuk Amerika.

Teuku Rezasyah, pengamat hubungan internasional di Universitas Padjadjaran menilai faktor Amerika sebagai negara adidaya yang sudah menjalin hubungan dengan Indonesia selama hampir 75 tahun, berperan besar dalam sejarah pembangunan dan mendorong perekonomian, tentunya menjadi salah satu pertimbangan ketika memilih diplomat tinggi yang mewakili kepentingan pemerintah dan rakyat Indonesia di sana. Oleh karena itu ia merasa heran dengan rotasi yang demikian cepat dalam beberapa tahun terakhir ini. Meskipun demikian ia tidak menjawab ketika ditanya apakah hal ini karena salah strategi.

“Saya perhatikan mereka yang sudah pernah ditempatkan di Amerika Serikat tersebut, pulang dapat jabatan lain di esksekutif. Mungkin Pak Jokowi ingin membuktikan kepada Amerika bahwa mantan para dubes kami memilii visi, misi, strategi, dan tujuan yang sesuai dengan pemahaman Anda (Amerika),” ujar Rezasyah.

Proses Pemilihan Duta Besar

Proses pemilihan seorang duta besar umumnya tidak mudah karena ada pertimbangan soal rekam jejak sebelumnya, atau faktor pembekalan atas negara penempatan. Seorang calon duta besar juga harus menjalani pelatihan selama dua bulan di dalam negeri, lolos uji kelayakan dan kepatutan di DPR, dan terbukti memiliki kinerja luar biasa.

Setelah seorang duta besar dipilih dan dikirim ke negara penempatan, dibutuhkan waktu sedikitnya satu setengah bulan untuk mempelajari sistem di kantor kedutaan terkait. Setelah itu, tambah Rezasyah, dengan giat duta besar baru akan mempelajari praktik terbaik dari duta-duta besar sebelumnya, membuat jaringan bilateral tambahan, memperkuat hubungan sesama duta besar ASEAN dan duta besar asing lainnya di Amerika, dan tentunya pejabat dan entitas lain di negara bersangkutan.

Gedung KBRI di Washington, DC yang dibeli atas prakarsa Ali Sastroamidjojo pada tahun 1952. (courtesy: KBRI Washington DC)

Gedung KBRI di Washington, DC yang dibeli atas prakarsa Ali Sastroamidjojo pada tahun 1952. (courtesy: KBRI Washington DC)

Jika yang dipilih adalah seorang diplomat karir, ujarnya, maka ia sudah mengikuti pelatihan dan memiliki pengalaman di dalam dan luar negeri sebelum ditunjuk. Ia mencontohkan Dino Patti Djalal dan Soemadi Brotodiningrat sebagai duta besar Indonesia untuk Amerika yang berhasil.

Sejak penunjukkan Ali Sastroamidjojo sebagai duta besar pertama Indonesia untuk Amerika pada Februari 1950, yang menjabat selama tiga tahun, rata-rata masa jabatan duta besar Indonesia untuk Amerika adalah empat hingga lima tahun. Moekarto Notowigdo memiliki masa jabatan terlama yaitu tujuh tahun, sementara yang paling singkat adalah Muhammad Lutfi yaitu kurang dari tiga bulan.

VOA berupaya menghubungi beberapa pejabat Kementerian Luar Negeri, yang menolak memberi komentar karena menilai hal ini bukan merupakan kewenangan mereka. [fw/em]

Sumber: VOA

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply