JAKARTA – Sejumlah pekerja rumah tangga dan aktivis menilai pimpinan DPR telah menyandera Rancangan Undang-undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga yang hingga kini tak kunjung dibahas meskipun telah memenuhi berbagai persyaratan. Selain akan terus melakukan aksi jalanan, JALA PRT juga mengajak publik melakukan mogok makan secara bersama-sama dan aksi solidarity call di depan DPR hinga RUU PPRT disahkan.
Rancangan Undang-undang (RUU) Perlindungan Pekerja Rumah Tangga telah ditetapkan sebagai RUU inisiatif DPR dalam rapat paripurna DPR bulan Maret lalu. Daftar Inventaris Masalah (DIM) yang menjadi persyaratan pembahasan juga telah dikirim pemerintah pertengahan Mei lalu. Tetapi hingga kini RUU itu tak kunjung dibahas alias jalan di tempat.
Koordinator Jaringan Nasional Advokasi Pekerja Rumah Tangga (Jala PRT) Lita Anggraini dalam jumpa pers, Selasa (27/6) menegaskan urgensi pengesahan RUU PPRT ini segera, termasuk mencegah praktik perdagangan orang di lingkungan domestik. RUU PPRT, ujarnya, mengatur mekanisme perekrutan, penempatan yang berbasis perlindungan dan pendataan terpadu, di mana pekerja rumah tangga dan pemberi kerja sejak awal sama-sama memiliki informasi tentang apa yang akan disepakati. Suatu hal penting yang menurutnya dapat mencegah terjadinya praktik perdagangan orang.
“Seandainya DPR masih menahan (pembahasan sekaligus pengesahan RUU tersebut), artinya DPR juga yang menjadi penyebab praktek perdagangan orang terhadap pekerja rumah tangga di dalam negeri ini terus berjalan. Jadi penyanderaan RUU PPRT sama juga menyandera nasibnya 4,2 juta PRT yang selama ini selalu digantung tanpa kepastian dan perlindungan sosial,” kata Lita.
Seluruh penggiat pengesahan RUU PPRT tak menyampaikan keheranan mereka dengan sikap DPR yang tak kunjung memulai pembahasan RUU ini. Padahal pada 21 Maret lalu, DPR sudah berkomitmen menetapkan rancangan beleid itu sebagai RUU inisiatif DPR. Disusul penyerahan surat presiden pada 5 April, dan penyerahan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) oleh pemerintah pada 16 Mei.
Sejumlah pekerja rumah tangga, didukung para aktivis, setiap Rabu konsisten mengingatkan DPR tentang RUU PPRT ini dengan berbagai aksi. Mulai dari membentangkan serbet dapur berukuran raksasa, membunyikan kentongan dan peralatan dapur, hingga menulis surat kepada Ketua DPR Puan Maharani.
JALA PRT Ajak Publik Tunjukkan Solidaritas pada Pekerja Rumah Tangga
Kini para pekerja rumah tangga mengajak publik untuk bersama-sama melakukan mogok makan mulai bulan Juli hingga Agustus mendatang, hingga DPR mengesahkan RUU tersebut. Lita dari JALA PRT mengajak publik menunjukkan kepada DPR bahwa suara publik tidak akan pernah mati dan RUU itu sedianya tidak disandera.
Mengajak publik untuk menunjukkan rasa solidaritas ini, menurut Lita, penting karena setiap hari JALA PRT yang dipimpinnya menerima lebih dari 30 pengaduan kasus perdagangan pekerja rumah tangga yang dilakukan penyalur. Ia menyebut ini sebagai bagian dari kasus perdagangan orang, karena penyalur telah dengan sengaja menampung, menyekap dan menekan para calon pekerja rumah tangga sebelum menyalurkan mereka. Jika calon pekerja rumah tangga ini ingin keluar dari tempat penampungan, mereka harus melunasi biaya makan dan hidup selama di penampungan.
Dari aduan yang diterima itu, lanjut Lita, ada sekitar 60 atau 40-an pekerja rumah tangga yang hingga kini disandera di berbagai tempat penampungan. Artinya, ada praktek kekerasan dan penipuan terhadap pekerja rumah tangga.
DPR Diminta Tak Gantung Nasib Pekerja Rumah Tangga
Suhartini, pekerja rumah tangga asal Kebumen yang bekerja di Jakarta, meminta kepada DPR untuk tidak terus menggantung nasib pekerja rumah tangga.
“Kami PRT yang rentan pelecehan dan kekerasan, meminta agar RUU PPRT segera disahkan. Kami PRT akan bergilir dan bersama-sama mogok makan sebagai keprihatinan kami terhadap nasib PRT dan RUU PPRT di depan gedung DPR nanti,” ujar Suhartini.
Secara terpisah Ilhamsyah dari Komite Politik Buruh Indonesia (KPBI) menjelaskan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga sudah mangkrak sejak 2004, yang menunjukkan dengan terang benderang betapa DPR tidak memiliki perhatian serius atas nasib lima juta pekerja rumah tangga saat ini.
Ilhamsyah mengecam DPR lebih memilih untuk mengesahkan undang-undang yang sesuai kepentingan pemilik modal ketimbang kepentingan rakyat kecil. Karena itu, koalisi masyarakat sipil harus memperkuat solidaritas untuk menekan DPR untuk segera membahas dan kemudian mengesahkan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga.
Ketua Panitia Kerja RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga Willy Aditya menyatakan hingga kini surat presiden mengenai hal ini masih di meja pimpinan DPR sehingga belum dapat dibahas. [fw/em]
You must be logged in to post a comment Login