Connect with us

PERISTIWA

Pemerintah Bakal Tindak Tegas Perusahaan Sawit Tak Berizin

Published

on

Ketua Pengarah Satuan Tugas (Satgas) Peningkatan Tata kelola Industri Kelapa Sawit dan Optimalisasi Penerimaan Negara Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan pemerintah akan menindak tegas pelaku usaha di industri kelapa sawit yang melanggar peraturan. Luhut mengatakan Satgas dibentuk dengan melibatkan banyak kementerian dan lembaga terkait guna memperbaiki tata kelola industri sawit dari hulu hingga hilir.

“Perbaikan utama yang dilakukan satgas adalah untuk memperbaiki tata kelola sektor hulu yang nantinya pengelolaan industri kelapa sawit di Indonesia dapat lebih optimal dan berkelanjutan,” ungkap Luhut yang juga merupakan Menteri Koordinator Maritim dan Investasi dalam konferensi pers di Jakarta, Jumat, (23/6).

Sebagai langkah awal, Satgas meminta Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) melakukan audit terhadap industri kelapa sawit. Hasilnya, kata Luhut, pada 2021 diketahui terdapat tutupan kelapa sawit dengan menggunakan citra satelit seluas 16,8 juta hektare. Dari jumlah tersebut, jelasnya, sebanyak 10,4 juta hektare hanya diperuntukkan bagi perkebunan swasta dan nasional, sedangkan sisanya adalah perkebunan rakyat.

Fakta menarik dan bermanfaat

Luhut Binsar Pandjaitan menegaskan pemerintah akan menindak tegas para pelaku usaha di Industri kelapa sawit yang tidak taat aturan. (Foto: VOA/Ghita Intan)

Dari hasil temuan tersebut juga diketahui bahwa lahan perkebunan sawit seluas 3,3 juta hektare masuk dalam kawasan hutan. Dalam kesempatan tersebut, Luhut mengatakan bahwa terkait perkebunan sawit yang berada dalam kawasan hutan ini terpaksa akan diputihkan atau dilegalkan.

“Ya, kita mau apain lagi? Masa kita mau copotin? Kan engga, logika kamu saja. Ya putihkan saja terpaksa, ama dengan ilegal mining, kita putihkan dia. Tapi dia nanti harus taat hukum, bayar pajak, taat aturan, dan seterusnya, karena itu banyak small medium enterprise,” tuturnya.

Luhut menegaskan, hasil audit BPKP tersebut juga menemukan banyak perusahaan sawit yang belum memiliki berbagai izin seperti izin lokasi, izin usaha perkebunan, dan hak guna usaha ke depan. Satgas pun kedepannya, kata dia, akan mendorong setiap perusahaan ini melengkapi berbagai izin yang diperlukan.

Izin-izin tersebut diatur dalam peraturan yang berlaku secara mandiri atau self-reporting melalui website Sistem Infomasi Perizinan dan Perkebunan (Siperibun) mulai 3 Juli-3 Agustus. Sedangkan untuk koperasi dan perkebunan sawit rakyat akan diinformasikan lebih lanjut, terkait mekanisme pelaporan untuk melengkapi data-data yang diwajibkan oleh pemerintah tersebut.

“Saya berharap dengan terbentuknya satgas ini, semua pelaku usaha diharapkan tertib dan memberikan data sebenar-benarnya serta disiplin melaporkan kondisinya. Pemerintah akan menindak tegas para pelaku usaha yang tidak menghiraukan segala upaya yang tengah ditempuh pemerintah untuk emmperbaiki tata kelola industri kelapa sawit,” tegasnya.

Ketua Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Apkasindo) Gulat Manurung kepada VOA mengapresiasi pernyataan Luhut.

Kisruh permasalahan di industri kelapa sawit, ujar Gulat, sejak awal merupakan kesalahan bersama. Selama ini, yang mengemuka di permukaan adalah seolah-olah sawit merupakan tanaman yang berdampak jelek terhadap lingkungan, dan sebagainya.

Lahan terbakar terlihat di samping perkebunan sawit dekat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 29 September 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Lahan terbakar terlihat di samping perkebunan sawit dekat Banjarmasin, Kalimantan Selatan, 29 September 2019. (Foto: REUTERS/Willy Kurniawan)

Dengan pernyataan pemerintah dalam hal ini Luhut, kata Gulat, diharapkan ke depannya dapat diperoleh sebuah resolusi bersama untuk memperbaiki tata kelola industri kelapa sawit ke depan.

“Jadi sesungguhnya sawit yang existing tertanam itu tidak akan dicabut. Dengan demikian clear, ada kepastian hukum, kepastian investasi dan kepastian ekonomi masa depan petani sawit. Kalau selama ini kita selalu dihantui dengan perhutanan sosial, itu semua dengan maksud menyingkirkan sawit dari yang dipunyai petani sawit, mencabut sawit dari masa depan penghidupan petani sawit,” kata Gulat.

“Itu tidak adil. Misalnya kalau dibilang petani sawit yang disebut salah? tidak juga, kenapa kami dikasih surat tanah? kenapa dari dulu tidak dilarang? kenapa tiba-tiba datang kawasan hutan? kan ini kesalahan bersama, masalah bersama, oleh karena itu, penyelesaian pun bersama,” tambahnya.

Truk pengangkut tandan buah segar sawit antre bongkar muat di sebuah pabrik di Aceh Barat, 17 Mei 2022. (Foto: Antara/Syifa Yulinnas via REUTERS)

Truk pengangkut tandan buah segar sawit antre bongkar muat di sebuah pabrik di Aceh Barat, 17 Mei 2022. (Foto: Antara/Syifa Yulinnas via REUTERS)

Terkait mekanisme pelaporan secara mandiri untuk melengkapi berbagai data-data yang dibutuhkan oleh seluruh pelaku usaha di industri kelapa sawit, Gulat berharap prosesnya tidak memberatkan para petani sawit rakyat yang memiliki berbagai keterbatasan. Ia berharap pemerintah memberikan kemudahan dalam hal tersebut, termasuk sanksi yang memang harus diberikan nantinya bisa dibedakan dengan korporasi besar.

“Kalau perusahaan, saya berkeyakinan akan clear karena mereka punya kekuatan biaya, advokasi, teknologi untuk mendaftarkan. Yang patut untuk dipikirkan pemerintah adalah bagaimana membantu petani yang jutaan ini,” katanya.

“Kalau korporasi ini ada 2.200 korporasi dari Aceh sampai Papua. Kalau petani gimana? Totalnya dari 6,87 juta hektare ada paling tidak 3,5 juta petani. Bagaimana mengaturnya? karena bukan hanya petani yang dalam kawasan hutan yang harus self-reporting, tetapi semua,” jelas Gulat.

Ia berharap pemerintah tidak akan mengorbankan petani dengan kebijakan tersebut. [gi/ah]

Sumber: VOA

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply