PERISTIWA
Partai Buruh Tolak Permenaker tentang Pemotongan Upah
Presiden Partai Buruh Said Iqbal mengatakan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) Nomor 5 Tahun 2023 yang membolehkan pemotongan upah itu tidak memiliki dasar hukum. Sebab, kata Said Iqbal, Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja tidak mengatur penurunan upah.
Karena itu, kata Iqbal, buruh akan melakukan berbagai upaya untuk menolak permenaker itu. Antara lain, perlawanan melalui hukum di Pengadilan Tata Usaha Negara dan aksi ke kantor Kementerian Tenaga Kerja pada Selasa (21/3).
“Tidak pernah dalam sejarah Republik Indonesia, upah itu dipotong terhadap para pekerja yang bekerja di perusahaan, baik ekspor maupun domestik,” jelas Said Iqbal dalam konferensi pers daring, Sabtu (18/3)
Kementerian Ketenagakerjaan menerbitkan Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 tentang Penyesuaian Waktu Kerja dan Pengupahan Pada Perusahaan Industri Padat Karya Tertentu Berorientasi Ekspor yang Terdampak Perubahan Ekonomi Global.
Ketentuan pemotongan upah hingga 25 persen tersebut tercantum dalam Pasal 8 Ayat 1 Permenaker 5/2023. Bunyi pasal itu, “Perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor yang terdampak perubahan ekonomi global dapat melakukan penyesuaian besaran Upah Pekerja/Buruh dengan ketentuan Upah yang
dibayarkan kepada Pekerja/Buruh paling sedikit 75% (tujuh puluh lima persen) dari Upah yang biasa diterima.”
Hal itu berarti, kata Said Iqbal, Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziah telah melawan Presiden Joko Widodo yang menandatangani Perppu 2/2022 tentang Cipta Kerja. Dia juga berkeyakinan Menteri Ketenagakerjaan tidak berkonsultasi terlebih dahulu dengan presiden ketika mengeluarkan peraturan.
“Menaker dan jajarannya benar-benar tidak memahami dunia ketenagakerjaan. Tidak mengerti hukum,” tambahnya.
Iqbal menambahkan peraturan ini akan menurunkan daya beli dan konsumsi masyarakat yang dapat berdampak pada pertumbuhan ekonomi. Selain itu, kebijakan ini merupakan diskriminasi upah yang yang tidak sejalan dengan Undang-Undang Perburuhan dan Konvensi ILO (International Labour Organization) Nomor 133 tentang penetapan upah minimum.
Ditambah lagi, kata dia, perusahaan padat karya sudah mendapatkan beragam kompensasi seperti keringanan bunga pajak dan pengampunan pajak.
Permenaker Bertujuan Cegah PHK
Indah Anggoro Putri, Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Tenaga Kerja (PHI dan Jamsos) Kemnaker, mengklaim peraturan ini bertujuan untuk mencegah Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) di industri padat karya berbasis ekspor di tengah kondisi ekonomi global yang tidak menentu.
“Permenaker ini bertujuan untuk memberikan pelindungan dan mempertahankan kelangsungan bekerja pekerja atau buruh, serta menjaga kelangsungan usaha perusahaan industri padat karya tertentu berorientasi ekspor dari dampak perubahan ekonomi global yang mengakibatkan penurunan permintaan pasar,” ujar Indah melalui keterangan pers, Jumat (17/3).
Putri menjelaskan terdapat sejumlah kriteria perusahaan industri karya tertentu berorientasi ekspor. Kriteria-kriteria itu antara lain, memiliki pekerja paling sedikit 200 orang dan persentase biaya tenaga kerja dalam biaya produksi paling sedikit sebesar 15 persen. Selain itu, perusahaan bergantung pada permintaan pesanan dari Amerika Serikat (AS) dan negara-negara di benua Eropa.
Adapun cakupannya meliputi industri tekstil dan pakaian jadi, industri alas kaki, industri kulit dan barang kulit, industri furnitur, dan industri mainan anak.
“Agar tidak terjadi dampak yang tidak kita inginkan seperti Pemutusan Hubungan Kerja, maka industri padat karya sesuai kriteria-kriteria tersebut dapat melakukan pembatasan kegiatan usaha dengan menyesuaikan waktu kerja dan pembayaran upah,” tambahnya.
Ia menjelaskan perusahaan tersebut dapat melakukan penyesuaian waktu kerja. Untuk 6 hari kerja dalam sepekan, perusahaan bisa menerapkan kurang dari 7 jam per hari dan 40 jam per minggu. Bagi perusahaan yang menerapkan 5 hari kerja dalam sepekan, waktu kerja dapat kurang dari 8 jam per hari dan 40 jam per pekan.
“Penyesuaian waktu bekerja tersebut hanya berlaku 6 bulan sejak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 berlaku, serta harus dilakukan berdasarkan kesepakatan antara pengusaha dan pekerja/buruh,” jelasnya.
Sementara terkait penyesuaian upah, Putri menjelaskan bahwa ketentuan upah yang dibayarkan kepada buruh paling sedikit 75 persen dari upah yang biasa diterima. Penyesuaian upah tersebut hanya berlaku selama 6 bulan sejak Permenaker Nomor 5 Tahun 2023 berlaku, dan harus dilakukan berdasarkan kesepakatan bersama antara pengusaha dan pekerja. [sm/ft]
You must be logged in to post a comment Login