Connect with us

PERISTIWA

Tak Ada Jaminan Hubungan Saudi-Iran Akan Membaik

Published

on

Arab Saudi dan Iran pekan lalu mencapai kesepakatan untuk memulihkan hubungan diplomatik antara kedua negara, yang putus sejak tahun 2016. Perjanjian normalisasi hubungan itu dicapai setelah melalui serangkaian perundingan yang difasilitasi China.

Banyak pihak menyambut baik terobosan luar biasa ini, dan berharap hal ini akan mempercepat pemulihan konflik di Lebanon dan Yaman di mana Iran memiliki pengaruh besar.

Tetapi pengamat hubungan internasional di Universitas Indonesia Broto Wardoyo menilai pemulihan hubungan itu tidak serta merta menjamin perbaikan hubungan kedua negara ke depan. Ini dikarenakan kedua negara yang berseteru ini hanya ingin mendapatkan keuntungan dari China semata. Kedua negara, ujarnya, memiliki logika berbeda mengenai definisi stabilitas di kawasan Timur Tengah.

Fakta menarik dan bermanfaat

“Misalnya sekarang karena mereka sudah normalisasi hubungan, kemudian perebutan pengaruh mereka di Irak misalnya menghilang. Saya tidak terlalu yakin karena sebelum mereka memutuskan hubungan, pertarungan politik mereka di Irak sudah terjadi,” kata Broto.

Ia juga mencontohkan situasi di Yaman. Iran memang memiliki kontrol atas milisi Houthi yang berkonflik di negara itu, tetapi ada banyak kelompok lain di luar kendali Iran, atau Arab Saudi.

Broto Wardoyo menilai China menjadi mediator dalam perundingan ini juga karena alasan ekonomi. China ingin memperluas pasar di Timur Tengah dan menjamin pasokan serta harga energi dari negara-negara produsen di Timur Tengah.

Jika tidak ada konflik terbuka antara Arab Saudi dan Iran dalam waktu dekat atau seterusnya, lanjut Broto, maka akan membuat China lebih mudah memperoleh kepentingan ekonominya di Timur Tengah. Namun tidak berarti Arab Saudi akan langsung berpindah payung keamanan dari Amerika ke China.

Ia mempertanyakan kesiapan China menengahi konflik yang rumit sebagaimana yang terjadi di Yaman, Irak, Suriah, Lebanon atau Palestina. Jelasnya China akan membatasi diri pada kepentingan ekonomi.

Amerika Kecolongan?

Broto Wardoyo tidak setuju jika Amerika dinilai “kecolongan” dalam upaya pemulihan hubungan Arab Saudi dan Iran, karena menurutnya Amerika memang sudah mengubah kebijakannya di Timur Tengah. Dulu Amerika menjadi stabilisator utama, namun kini justru mendorong negara-negara sekutunya – seperti Turki dan Arab Saudi – untuk menjadi stabilisator kawasan.

Peran yang ditinggalkan Amerika itu dapat dijalankan oleh dua negara besar, yaitu Rusia atau China. Tetapi Arab Saudi tidak mungkin akan meninggalkan Amerika begitu saja karena semua sistem persenjataannya berasal dari Amerika. Dengan demikian, tambahnya, Amerika akan tetap menjamin keamanan Arab Saudi.

Hal senada disampaikan Nanto Sriyanto, pengamat hubungan internasional dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), yang menilai hubungan istimewa Amerika dan Israel membuatnya berkepentingan mengisolasi Iran, tetapi tidak menghilangkan perannya di Timur Tengah. Ini dikarenakan Amerika mengoperasikan sedikitnya 30 pangkalan militer di kawasan itu, mulai dari pangkalan berskala kecil di Suriah hingga berskala besar yang juga dihuni oleh negara-negara lain, seperti di Qatar dan Kuwait. Masing-masing pangkalan militer itu dihuni belasan ribu personil tentara.

Langkah Nyata

Nanto berharap akan segera ada langkah konkret pasca normalisasi hubungan Arab Saudi dan Iran itu. Mulai dari penurunan perang urat syaraf antara pejabat kedua negara, hingga penurunan ketegangan di Yaman, Lebanon, Suriah, dan Israel. Ketegangan di keempat wilayah di Timur Tengah ini pun membawa isu sektarian Sunni dan Syiah hingga ke Indonesia.

“Dari masing-masing negara ada kecenderungan untuk (berdamai). Contoh Iran yang sedang terancam terisolasi karena persoalan domestiknya. Sementara Arab Saudi juga sudah mulai berhitung bahwa tidak sepenuhnya bisa bergantung kepada minyak, sehingga dorongan-dorongan untuk menurun tensi di kawasan itu semakin terbuka,” ujar Nanto.

Seiring meredanya ketegangan diantara Arab Saudi dan Iran, ia berharap kedua negara akan menyamakan pandangan dan gagasan di Organisasi Konferensi Islam (OKI) atas masalah pembangunan di negara-negara Islam. Juga dalam membantu penyelesaian isu Palestina.

Arab Saudi memutuskan hubungan diplomatik dengan Iran pada Januari 2016 setelah sejumlah demonstran membakar pos-pos diplomatik Arab Saudi di Teheran dan Masyhad. Kemarahan para demonstran ini tak terhindarkan setelah Arab Saudi mengeksekuti mati ulama Syiah yang disegani, Nirm an-Nimr. [fw/em]

Sumber: VOA

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply