PERISTIWA
Jokowi Dengarkan Keluhan Petani Soal Anjloknya Harga Gabah di Musim Panen Raya
Usai mendengar keluhan langsung petani kepada dirinya saat menghadiri panen raya padi di Kebumen, Jawa Tengah, Kamis (9/3), Jokowi meminta Badan Pangan Nasional menghitung ulang berapa seharusnya harga GKP yang wajar di tingkat petani dengan mempertimbangkan berbagai komponen dalam proses produksi.
“Nanti Badan Pangan Nasional yang akan mengumumkan sehingga kita harapkan harga Gabah di petani itu wajar, harga beras di pedagang wajar, harga pembelian di masyarakat juga pada posisi yang wajar, semuanya mendapatkan keuntungan dan manfaat dari perhitungan itu,” ungkap Jokowi.
Selain harga GKP, petani juga mengeluhkan sulitnya memperoleh pupuk bersubsidi. Mantan Wali Kota Solo ini juga mengakui Indonesia memang kekurangan pupuk. Berdasarkan catatannya, kebutuhan pupuk secara nasional mencapai 13 juta ton. Namun, menurutnya, kebutuhan itu tidak bisa dipenuhi oleh produksi pupuk nasional yang baru mencapai sekitar empat juta ton. Impor pupuk pun baru mencapai 6,3 juta ton.
“Artinya apa? Memang kita masih kurang pupuknya. Ini yang akan segera kita usahakan tetapi kita juga semua harus tahu bahwa tempat bahan baku maupun tempat produksi pupuk ini, yakni Rusia dan Ukraina, saat ini sedang berperang. Ini problem yang dihadapi oleh semua negara di dunia,” tambahnya.
Harga GKP Harusnya di Atas Rp5.000
Dewan Pembina Institut Agroekologi Indonesia (Inagri), Ahmad Yakub mengatakan harga GKP yang saat ini berada di level Rp4.200 per kilogram cukup rendah. Ia menjelaskan, berdasarkan hitungan Organisasi Tani, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) bahkan Kementerian Pertanian, seharusnya harga GKP di atas Rp5.000 per kilogram.
“Kalau menurut kami pribadi itu memang harusnya saat ini sudah di atas Rp5.000. Kenapa? Harga beras medium di pasaran sudah di atas harga HPP (Harga Pembelian Pemerintah), di Bulog sudah Rp8.300, sekarang di pasaran rata-rata sudah Rp10 ribu-Rp11 ribu. Jadi wajar petani ingin ada kenaikan harga GKP,” kata Ahmad kepada VOA.
Ia menjelaskan, dorongan kenaikan harga GKP ini sangat dipahami. Pasalnya berbagai komponen produksi beras saat ini sudah mengalami kenaikan. Salah satunya adalah komponen sewa tanah yang memakan biaya 30 persen dari biaya produksi. Menurutnya, ini sangat membebani petani penyewa lahan dan petani kecil. Menurutnya, perlu diberikan berbagai insentif kepada sejumlah petani kecil agar kesejahteraannya bisa meningkat dari waktu ke waktu.
Selain itu, menurutnya solusi jangka panjang yang harus dipikirkan oleh pemerintah guna meningkatkan kesejahteraan petani adalah penguatan kelembagaan ekonomi petani. Menurutnya, Badan Usaha Milik Tani (BUMT) yang ada saat ini harus didorong oleh masyarakat dan pemerintah, agar petani kelak bisa menikmati nilai lebih dari produksi gabahnya sendiri.
“Jadi kan petani biasanya jual gabah kering panen saja, harus ditingkatkan. Misalnya kelompok tani dari 100 hektare, atau 100 petani itu punya drying center gabah. Jadi dari gabah kering panen menjadi gabah kering giling, dan harganya sudah menjadi Rp5.250. Atau ditingkatkan lagi dalam satu desa, petani kolektif punya penggilingan padi. Jadi ada nilai tembah yang didapat oleh petani. Lalu, kedua membuka lapangan kerja untuk anak muda bisa menjadi pengurus penggilingan, ataupun lebih bagus lagi kalau mereka bisa mendistribusikan langsung kepada konsumen,” tambahnya.
Terkaitnya kurangnya pasokan pupuk, Ahmad menyarankan pemerintah untuk lebih mendorong lagi pembuatan pupuk lewat sistem pertanian agrooekologi, yang mana sirkular ekosistemnya terus berputar dan tidak ada yang terbuang. Menurutnya, ini seharusnya sebuah kesempatan yang baik dimana berbagai peternakan di desa, kabupaten, kecamatan bisa bekerja sama dengan para petani hortikultura dan petani padi agar kotoran dari hewan ternaknya bisa digunakan untuk membuat pupuk yang lebih ramah lingkungan.
“Kalau kita di Inagri, mencoba mengangkat pertanian berkelanjutan, mengurangi asupan pupuk chemical buatan, dengan menggunakan pupuk-pupuk domestik petani yang sifatnya lebih sehat dan bisa digunakan dan dibikin sendiri oleh petani. Memang PR besar, karena pembuatan pupuk sendiri oleh petani butuh waktu, butuh effort, seperti mengumpulkan bahan-bahan yang memang sekarang di desa sudah berkurang,” katanya.
Meskipun terdengar sangat umum, strategi ini, menurutnya, tetap harus terus didorong. Ia mengatakan subsidi pupuk selama ini jatuh hanya ke perusahaan pupuk, dan bukan ke petani. [gi/ab]
You must be logged in to post a comment Login