Boltim
Upaya Yeni Indri Berkelit dari Dampak Covid-19
Yeni terpaksa harus menutup kedai. Covid-19 yang melanda membuat Yeni takut berinteraksi dengan pelanggannya, yang hampir semuanya merupakan pejalan.
BOLTIM, PANTAU24.COM – Mulai merintis usaha sejak 2013, Yeni Indri tak pernah membayangkan sebelumnya jika hampir semua pelosok dunia, tak terkecuali di tempatnya, di Kecamatan Modayag, Kabupaten Bolaang Mongondow Timur (Boltim) harus menghadapikeruwetan akibat pandemi Covid-19.
Bersama suami Yeni membuka usaha kedai makan Puncak Purwerejo. Lokasi yang strategis membuat usahanya berkembang dengan pesat. Orang-orang yang menuju Manado lewat jalur Minahasa Selatan sering kali berkunjung.
Selain itu, lokasi kedai Yeni juga merupakan jalur yang relatif baik untuk orang-orang yang melintas dari ibu Kota Boltim atau wilayah lainnya menuju Kotamobagu.Hal ini membuat Yeni mendapat banyak pengunjung. Pengunjung yang tadinya hanya mampir, saat merasakan nikmatnya jagung manis, atau menu lain yang ada di kedai Yeni, perlahan menjadi pengunjung tetap.
Kedai yang sebelumnya dari bambu dan daun rumbia, bisa cepat berganti dengan bahan bangunan yang lebih kuat seperti papan, beton dan beratap seng. Yeni juga mulai mempekerjakan beberapa orang untuk membantunya di dapur.
Memutuskan Menutup Kedai
Kedai Yeni terus menunjukkan perkembangan. Apalagi tak jauh dari kedai miliknya, pemerintah Boltim membangun Rumah Sakit Daerah. Pengunjung di kedainya semakin bertambah, yang juga membuat Yeni harus menambah bangunan dan fasilitas kedai lainnya.
Sayang kondisi ini tak berlangsung lama. Yeni terpaksa harus menutup kedai. Covid-19 yang melanda membuat Yeni takut berinteraksi dengan pelanggannya, yang hampir semuanya merupakan pejalan.
“Semuanya (pengunjung) rata-rata kan yang melintas. Saya tidak tahu mereka dari mana, apakah sudah terinfeksi atau tidak,” kata Yeni, Senin, (21/06/2021).
Meski menurut Yeni, pemerintah sempat melakukan penjagaan ketat di setiap perbatasan daerah, tapi masih banyak orang yang melintas bahkan berkunjung ke kedainya.
“Takut juga, apalagi saya ada anak kecil, walau katanya di perbatasan ketat tapi banyak yang melintas juga. Mungkin karena memang jalur ini lebih aman dari pada yang lain.”
Yeni menceritakan, saat itu dirinya memilih menutup kedai, walau tak menampik jika kondisi ini membuat perekonomiannya menjadi terganggu.
“Ya pendapatan utamanya kan dari jualan di kedai. Memang suami dulu bertani, tapi semenjak merintis usaha, kami fokus bahu membahu mengurus kedai. Lagipula, kan tidak bebas keluar rumah, jadi ke kebun saja tidak leluasa.”
Bertahan dengan Kenormalan Baru
Perekonomian yang anjlok membuat Yeni kesulitan dalam menjalani hari-harinya. Walau tetap takut, Yeni berupaya meningkuti saran pemerintah dengan berupaya bangkit dan menyesuaikan dengan tatanan kehidupan baru.
Bagi Yeni, hanya ada dua pilihan. Bangkit dan mencoba bertahan, kembali membuka kedai walau dibayang-bayangi Covid-19, atau justru menghindar dan mati akibat kondisi ekonomi yang semakin buruk.
“Saya mulai lagi, dengan modal yang seadanya. Saya berani membuka kedai lagi. Apalagi kasus harian yang positif Covid-19 di Sulut sudah mulai turun,” ujar Yeni.
Walau demikian, Yeni tetap menerapkan protokol kesehatan. Menyediakan sarana cuci tangan, dan sebisa mungkin meminta pelanggan menggunakan masker.
“Ya kita berupaya saja. Orang-orang memang sudah mulai menganggap enteng. Cuma kita yang jadi tujuan pelanggan yang entah berasal dari mana harus tetap hati-hati.”
Yeni mengaku saat ini omsetnya tidak sebesar sebelum Covid-19, namun masih cukup untuk bertahan hidup.
Yeni juga berharap Covid-19 bisa segera berlalu, agar dirinya bisa lebih leluasa mengembangkan usahanya dan semua pelaku usaha yang saat ini terdampak bisa kembali membangun usaha.
“Kasiahan, ada beberapa teman juga yang belum bisa kembali berjualan. Mungkin mereka sudah mau membuka usahanya dan menyesuaikan hidup berdampingan dengan virus ini. Tapi untuk memulai kembali, tentu butuh modal yang tidak sedikit,” pungkas Yeni.
You must be logged in to post a comment Login