Bolmong
Bolmong Butuh Laboratorium Lingkungan
Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan pengeksploitasian SDA, maka dibutuhkan fasilitas berupa laboratorium lingkungan.

BOLMONG, PANTAU24.COM-Kabupaten Bolaang Mongondow (Bolmong) adalah daerah terluas di wilayah Provinsi Sulawesi Utara (Sulut), dengan berbagai macam potensi sumber daya alam (SDA), mulai dari laut, di bawah maupun di atas tanah, maupun tutupan lahannya.
Dengan potensi SDA yang berlimpah ruah itu, dan untuk memenuhi kebutuhan hidup orang banyak, tentu tidak lepas dari berbagai macam dampak yang berpotensi ditimbulkan. Salah satu satunya adalah dampak yang ditimbulkan untuk komponen lingkungan. Yaitu terhadap air, udara dan tanah.
Sama halnya dengan manusia yang sakit, tentu membutuhkan dokter untuk mendiagnosa. Begitu juga dengan lingkungan. Untuk mengetahui dampak yang ditimbulkan dari berbagai kegiatan pengeksploitasian SDA, maka dibutuhkan fasilitas berupa laboratorium lingkungan.
“Untuk skala Bolmong memang sudah seharusnya ada lab (lingkungan) sendiri untuk pengujian parameter kualitas lingkungan,” kata Kepala Bidang Pengedalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan Hidup, Pengelolaan Sampah dan Limbah B3, DLH Kabupaten Bolmong, Deasy Makalalag.
Pada dasarnya, menurut Deasy, di Bolmong telah memiliki laboratorium lingkungan yang dibangun sekitar 2006-2008 yang dibiayai lewat dana alokasi khusus (DAK) Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) tahun anggaran 2006, bersamaan dengan 400-an kabupaten/kota se Indonesia. Berbagai macam peralatan laboratorium yang dibiayai lewat DAK ditransfer ke setiap Kabupaten/Kota. Terutama untuk sarana dan prasarana penunjang termasuk bangunan laboratorium dan terutama peralatan untuk mengambil sampel air.
Tapi setelah dibangun, tidak diakreditasi sehingga belum bisa digunakan. Kendalanya adalah proses akreditasi/registrasi laboratorium lingkungan di seluruh wilayah Indonesia tidak merata.
“Kalau tidak salah, yang terakreditasi baru tersebar di 17 Provinsi dan Kabupaten/Kota. Waktu itu lab Bolmong tidak termasuk,” ungkapnya.
Akibatnya, lantaran tidak digunakan sejak 2006, peralatan laboratorium banyak yang sudah rusak total. Padahal, untuk pengadaan peralatan laboratorium lingkungan bisa menelan biaya sekitar Rp 1,6 Miliar.
Selain persoalan akreditas, alasan lain laboratorium lingkungan di bolmong tak digunakan karena tidak tersedianya sumber daya manusia (SDM) yang berlatar belakang sesuai kompetensi di bidang ilmu kimia.
“Kalau tidak salah, dari 15 Kabupaten/Kota di Sulut, hanya DLH Bolmong yang tidak ada SDM yang memenuhi kualisifikasi sains (ilmu kimia),” sahut Deasy.
Pentingnya laboratorium lingkungan di bolmong seiring meningkatnya aduan masyarakat terkait dugaan pencemaran lingkungan di Bolmong, apalagi masyarakat yang ditinggal di sekitar bantaran sungai. DLH sebagai garda terdepan yang harus menangani hal itu, selalu siap untuk segera dan harus turun lapangan membuktikan apakah benar ada pencemaran.
“Tapi sampel air yang diambil masih akan dibawa ke lab yang terakreditasi di Manado. Dan konsekuensinya adalah biaya dan tentu memakan waktu berhari-hari hingga hasilnya keluar,” tandasnya.

You must be logged in to post a comment Login