Connect with us

Editor's Pick

Perlu contoh nyata, bukan perintah apalagi ceramah

Published

on

lingkungan


Oleh: FX Ari Agung Prastowo, Universitas Padjadjaran

Karakter generasi Z (Gen Z) memang unik. Selain terkenal kritis dan senang kebebasan, Gen Z juga tidak suka diperintah, dijejali ceramah, tapi punya rasa ingin tahu yang besar.

Kesadaran Gen Z terhadap berbagai isu termasuk lingkungan sangat tinggi. Mereka memiliki literasi yang baik soal perubahan iklim.

Sekarang, pekerjaan rumahnya adalah bagaimana mendorong Gen Z agar mau terlibat aktif dalam aksi nyata.

Penelitian saya bersama rekan peneliti menunjukkan bahwa perilaku Gen Z cenderung lebih dipengaruhi oleh tindakan atau apa yang mereka lihat, ketimbang perintah atau ceramah. Paparan media sosial, terutama Instagram, juga besar memengaruhi perilaku pro-lingkungan Gen Z.

Tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata

Sensus Penduduk 2020 oleh Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, jumlah penduduk Indonesia pada 2020 mencapai 270,2 juta orang. Dari jumlah tersebut, 52,2 % merupakan kaum muda yang berasal dari kelompok Z dan milenial.

Proporsi Z yang lahir tahun 1997-2012 mencapai 26,4 persen atau 71,5 juta jiwa dari total populasi nasional, lebih besar dibandingkan generasi milenial (lahir 1981-1996).

Artinya, Gen Z yang berusia produktif akan segera mendominasi populasi. Karena itu, penting untuk memahami faktor-faktor yang membentuk perilaku mereka, terutama dalam hal kepedulian terhadap lingkungan.

Kami melakukan riset untuk menganalisis faktor yang memengaruhi niat Gen Z untuk berperilaku pro-lingkungan (pro-environmental behavior/PEB) serta efek paparan informasi di media sosial terhadap sikap mereka. Kami memakai metode survei cross-sectional dengan 670 responden Gen Z (18–25 tahun) di Indonesia. Data dikumpulkan melalui kuesioner online, yang disebarkan lewat media sosial.

Hasilnya, studi kami menemukan bahwa norma deskriptif—kebiasaan yang dicontohkan orang lain—lebih berpengaruh terhadap perilaku pro-lingkungan Gen Z dibandingkan norma injungtif seperti perintah atau ceramah.

Kaum Z mengadopsi perilaku pro-lingkungan berdasarkan kebiasaan yang diterapkan oleh lingkungan terdekat mereka, terutama keluarga. Jika orang tua dan anggota keluarga aktif dalam kegiatan ramah lingkungan, anak-anak mereka lebih cenderung mengikuti jejak tersebut.

Temuan ini mendukung prinsip “Tindakan berbicara lebih keras daripada kata-kata,” yang ditemukan dalam sebuah riset lebih dari satu dekade silam.


Kampanye lingkungan di era medsos

Gen Z merupakan generasi pertama yang dibesarkan sepenuhnya dalam era digital. Mereka sering disebut sebagai iGeneration karena sangat bergantung pada teknologi dan informasi.

Pengaruh media sosial terhadap Gen Z juga terlihat, misalnya, dari perilaku ramah lingkungan dan lebih peduli pada pengelolaan polusi plastik dari paparan konten-konten positif.

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa sejumlah platform medsos seperti Twitter, Instagram, Youtube, dan Facebook berpotensi besar memengaruhi perilaku Gen Z dalam hal keberlanjutan.

Namun, penelitian kami mengungkapkan, dari sekian banyak platform, hanya Instagram yang terbukti mampu membentuk perilaku pro-lingkungan Gen Z. Alasannya, desain visual Instagram yang lebih estetik membuatnya lebih menarik dan cocok dengan preferensi visual Gen Z.

Instagram juga memungkinkan penggunanya untuk berbagi konten yang—tidak hanya menghibur—tetapi juga informatif dan berbasis pengalaman. Ini bisa mendorong pengguna untuk terlibat lebih mendalam.

Instagram terbukti mampu meningkatkan kesadaran dan respons positif terhadap kelestarian lingkungan dan efektif sebagai sarana pemasaran produk ramah lingkungan.

Riset kami memang belum mencakup TikTok yang muncul belakangan, jadi sepertinya perlu studi lebih lanjut untuk menelusuri apakah platform ini juga memengaruhi perilaku anak muda.

Implikasi bagi kampanye lingkungan

Perubahan perilaku adalah tujuan utama kampanye lingkungan hidup. Medsos adalah salah satu sarana yang bisa dimanfaatkan untuk berkampanye. Namun, penelitian kami menunjukkan bahwa tidak semua media sosial efektif mendorong perilaku pro-lingkungan menjadi aksi nyata.

Karena itu, para aktivis, organisasi, dan pemangku kepentingan di bidang lingkungan perlu memilih platform media yang tepat dalam setiap inisiatif kampanye, terutama untuk menjangkau Gen Z sebagai audiens utama.

Selain medsos, orang tua dan komunitas harus lebih aktif memberikan contoh nyata dalam menerapkan gaya hidup ramah lingkungan kepada anak-anak, bukan hanya sekadar ceramah.

Dengan memahami cara Gen Z berperilaku, kita bisa merancang kampanye yang lebih efektif dan menginspirasi generasi muda untuk mengambil tindakan nyata dalam menjaga kelestarian lingkungan.


FX Ari Agung Prastowo, Dosen Fakultas Ilmu Komunikasi, Universitas Padjadjaran

Artikel ini terbit pertama kali di The Conversation. Baca artikel sumber.

Artikel ini merupakan republikasi dari: zonautara.com

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply