Dalam wawancara di program “Rosi” di Kompas TV beberapa waktu lalu, Ketua Komisi Pemberantasaan Korupsi (KPK) Agus Rahardjo mengungkapkan bahwa Presiden Joko Widodo pernah meminta KPK menghentikan kasus korupsi e-KTP yang turut menyeret mantan ketua DPR Setya Novanto. Pernyataan Agus yang mengejutkan banyak pihak ini dibantah keras Jokowi.
“Buktinya proses hukum berjalan, dan Pak Setya Novanto sudah divonis, dihukum berat 15 tahun. Terus untuk apa diramaikan itu? Untuk kepentingan apa diramaikan itu?,” ujar Jokowi di Istana Negara, Jakarta, Senin (4/12), ketika diminta tanggapannya terkait tudingan Agus,
Ia pun meminta semua pihak kembali melihat sekumpulan berita pada bulan November 2017. Ketika itu, katanya, ia dengan tegas menyampaikan kepada Setya Novanto untuk mengikuti proses hukum yang ada, dan proses hukum pun berjalan dengan semestinya. Fakta ini, menurut Jokowi, membuktikan bahwa tidak ada bentuk intervensi apapun dari dirinya.
Ketika ditanya, apakah pernah ada pertemuan antara dirinya dengan Agus Rahardjo di Istana Kepresidenan, Jokowi juga membantahnya. Ia meminta media mengecek Sekretariat Negara (Setneg) untuk memperoleh buktinya.
“Saya suruh cek, saya sehari ada berapa puluh pertemuan. Saya suruh cek di Setneg, gak ada. Agenda yang di Setneg gak ada, ya tolong di cek lagi saja,” jawabnya singkat.
Rekam Jejak
Koordinator Indonesian Corruption Watch (ICW) Agus Sunaryanto mengatakan terlepas dari tudingan Agus dan bantahan Jokowi, masyarakat akan melihat kebenaran ini berdasarkan rekam jejak masing-masing dalam menjalankan tugasnya.
“Masyarakat bisa menilai apa yang dilakukan oleh pemerintah, dalam hal ini Pak Jokowi, dalam menata negara ini termasuk dalam upaya mendorong reformasi hukum seperti apa. Misalnya Indeks Persepsi Korupsi kita yang turun jauh ke belakang, ada revisi UU KPK, ada rekayasa tes wawasan kebangsaan (TWK). Dan sebenarnya ini bertolak belakang dengan janji-janji Pak Jokowi dulu di 2014, 2019 misalnya yang dulu di masa kampanye,” ungkap Agus.
Secara pribadi, Agus dari ICW lebih mempercayai pernyataan mantan Ketua KPK Agus Rahardjo ketimbang pernyataan Jokowi. Berdasarkan rekam jejak yang ada, ia menilah , Agus, Agus Rahardjo telah menjalankan tugasnya sebagi ketau KPK dengan baik.
“Makanya saya bilang ya sudah lebih baik kita biarkan saja publik menilai, siapa sebenarnya yang tidak punya integritas, siapa yang tidak bisa memegang omongannya, biarkan saja publik menilai. Kita tidak usah terjebak dengan menyatakan bahwa si A salah atau si B benar. Karena pada akhirnya masyarakat bisa menilai dengan track record masing-masing, dan apa histori yang dibangun selama ini,” tuturnya.
Agus pun menekankan, proses hukum yang berjalan dalam kasus korupsi e-KTP pada 2017 lalu toidak berarti menandakan tidak adanya intervensi. Menurutnya, Agus Rahardjo ketika itu bisa saja membantah permintaan Jokowi karena masih dilindungi dengan adanya UU KPK yang lama.
“Menurut saya logikanya bukan soal tidak ada intervensi di situ. Tapi justru karena, Pak Agus Rahardjo dan pimpinan KPK lain, saya punya keyakinan bahwa KPK pada saat itu masih di bawah mandat UU no 30 tahun 2022, dimana kalau tidak salah di pasal 3 dijelaskan bahwa KPK bebas dari kepentingan apapun, tidak boleh diintervensi, termasuk presiden, ya berarti memang bukan karena tidak ada intervensi, tapi justru mereka punya komitmen dilindungi UU untuk terus menjalankan mandatnya, karena sudah mengeluarkan sprindik (surat perintah penyidikan). Jadi ketika sudah ada sprindik, sudah ada tersangka, kan tidak boleh mengeluarkan SP3 (Surat Peringatan ke-3 red) kalau di UU KPK yang lama, kalau di UU KPK yang baru kan boleh SP3,” pungkasnya. [gi/ab]
You must be logged in to post a comment Login