Connect with us

Bitung

Dinilai Lalai Cegah Konflik, Kapolres Bitung Layak Diganti

Published

on

BITUNG, PANTAU24.COM–Bentrok yang terjadi antara masa aksi damai bela Palestina dan Masyarakat Adat Makatana Minahasa, Sabtu (25/11/2023), kemarin dinilai kelalaian pihak kepolisian.

Hal itu disampaikan Pengacara ternama Sulawesi Utara, Michael R Jacobus, Senin (27/11/2023).

Menurutnya, kelalaian pihak kepolisian itu sangat merugikan. Bahkan kata dia, yang menjadi korban adalah masyarakat.

Padahal lanjut pengacara kondang ini, Kota Bitung yang dikenal dengan kota damai serta Sulawesi Utara dalam konteks kerukunan antar umat beragama dan sosial yang sudah mengakar. Dan dikenal dengan daerah yang mengedepankan toleransi akhirnya harus tercoreng.

Hal tersebut sambung Michael, kelalaian dari pihak kepolisian yang tak mampu mencegah terjadinya pertikaian kedua masa itu membuat dirinya angkat bicara.

Fakta menarik dan bermanfaat

Bahkan, dengan tegas meminta agar Kapolres Bitung, AKBP Tommy Bambang Souissa diganti.

“Kejadian Sabtu itu, lebih dominan kelalaian Polisi. Kalau belajar dari aspek pemberantasan tindak pidana itu selalu ada tiga fase yakni, pencegahan, penindakan dan Pemulihan. Bentrok kemarin itu seharusnya bisa dicegah, jika Polisi tanggap dalam membaca situasi. Paling prioritas yang harus dilakukan Polisi
sebenarnya adalah fase pencegahan. Agar pertikaian itu tidak terjadi. Jadi sangat layak menurut aku jika Kapolres Bitung dievaluasi atau diganti saja,” tegas Michael.

Michael menambahkan, pertikaian itu tidak seharusnya terjadi jika Polisi pintar menganalisa atau membaca situasi dan kondisi saat itu.

“Sebenarnya sangat mudah dianalisa dari awal. Lepas dari kelompok mana yg disetujui atau tidak aksinya oleh Polisi, namun yang namanya mereka sudah melihat ada masa yang kontra idealisme, harusnya dicegah perjumpaan fisiknya. Alhasil dari kelalaian Polisi ini masyarakat yang jadi korban,” sorotnya.

Dia mengatakan, Masyarakat Sulawesi Utara memiliki semboyan: “Torang Samua Basudara” (Kita semua bersaudara, red) dan “Torang Samua Ciptaan Tuhan” (Kita semua ciptaan Tuhan). Semangat ini yang menjadikan masyarakat Sulawesi Utara hidup dalam rasa peduli satu dengan yang lain.

“Untuk itu saya berharap apa yang sudah terjadi kemarin menjadi pelajaran kita semua. Dan tidak saling mengkambinghitamkan antar sesama dan umat beragama. Tetap menjaga toleransi karena ‘Torang Samua Bersaudara’,” harapnya.

Sebagai praktisi hukum dan komponen masyarakat lanjut Micahel, berharap Polisi dapat berbenah.

“Kritik ini karena saya sayang sama kepolisian. Bukan karena berdasarkan marah atau benci. Dan kedepan masyarakat tidak mudah terprovokasi lagi. Pun, untuk masalah hukumnya kita serahkan sepenuhnya ke pihak Kepolisian untuk memprosenya,” pungkasnya.