Connect with us

PERISTIWA

Polri Minta Masyarakat Waspadai Modus Sindikat Perdagangan Orang dalam Gaet Korban

Published

on

Polri meminta masyarakat untuk mewaspadai Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) yang makin marak mengingat sindikat tersebut memiliki sejuta modus untuk menggaet para korban. Para sindikat sering kali memanfaatkan kerentanan maupun ketidaktahuan korban sebagai cara untuk menjerat mereka dalam aksi

“Tawaran gaji besar dan motif ekonomi dari para korban untuk mendapatkan gaji yang lebih besar atau penghasilan layak ketimbang bekerja di dalam negeri juga menjadi modus yang dimanfaatkan sindikat dalam merekrut targetnya. Sindikat ini juga memanfaatkan teknologi informasi melalui modus online scam,” jelas Ajun Komisaris Besar Polisi Aris Wibowo dari Subdit 5 Tindak Pidana Umum Badan Reserse Kriminal Polri dalam diskusi yang diadakan Kedutaan Besar Amerika Serikat di Jakarta, Jumat, (28/7).

Selain itu, kata Aris, sindikat perdagangan orang juga memanfaatkan kelemahan pengamanan di perbatasan darat dan laut, seperti di Entikong, Kalimantan Barat, dan Nusa Tenggara Timur dan juga perbatasan laut seperti di Sumatra Utara, Kepulauan Riau, dan Kalimantan Utara.

ASD, salah satu tersangka TPPO WNI ke Myanmar digiring Petugas Bareskrim Polri menuju konferensi pers pada Selasa (16/5) di Mabes Polri, Jakarta.

Untuk itu, menurutnya, penegakan hukum harus terus dilakukan. Namun ia berpendapat langkah yang paling penting untuk dilakukan saat ini adalah upaya pencegahan melalui sosialisasi. Diharapkan makin banyak masyarakat mengetahui modus-modus yang dilakukan sindikat perdagangan orang dalam menjerat korban.

Fakta menarik dan bermanfaat

Paspor Khusus Pekerja Migran

Untuk mencegah atau meminimalisir maraknya kasus perdagangan orang, Aris juga merekomendasikan adanya paspor khusus bagi pekerja migran Indonesia.

Namun Yuli Riswati dari Zero Human Trafficking Network secara tegas menolak rekomendasi tersebut. Dia mengatakan kebijakan paspor khusus untuk pekerja migran merupakan tindakan diskriminatif. Apalagi dia mengklaim banyak orang di daerah yang mengalami kesulitan membuat paspor secara resmi.

“Saya tidak setuju kalau penyelesaian masalah (perdagangan orang) ada pembedaan paspor. Itu justru diskriminasi nanti jadinya. Jadi bukan paspornya yang harus dibedakan, sebenarnya sistem atau aturannya yang harus semakin ditegakkan,” ujar Yuli.

Puluhan WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) diselamatkan Kepolisian Thailand dan KBRI Bangkok

Puluhan WNI korban tindak pidana perdagangan orang (TPPO) diselamatkan Kepolisian Thailand dan KBRI Bangkok

Dia mencontohkan di Provinsi Nusa Tenggara Timur, penyebab terjadinya perdagangan orang karena tata kelola imigrasi yang tidak baik. Sehingga calon pekerja migran terpaksa pergi bekerja ke luar negeri tanpa dokumen. Sebab di sejumlah daerah yang letaknya jauh dari kota, seperti Nusa Tenggara Timur dan Bawean, dibutuhkan waktu berhari-hari untuk mengurus dokumen perjalanan,

Menurut Yuli, pekerja migran tidak berdokumen atau ilegal terjadi karena memang dikondisikan untuk menjadi seperti itu. Ketika calon pekerja migran ingin bekerja di luar negeri berbekal dokusmen resmi biasanya sulit, harus melakukan perjalanan berhari-hari.

Kemudian juga ketika mengurus, tidak ada jaminan permohonan calon pekerja migran untuk membikin paspor akan dikabulkan. Sebaliknya, calo atau oknum yang mengurus untuk calon pekerja migran malah mudah memperoleh paspor.

Dia menegaskan paspor adalah hak asasi bagi setiap warga negara Indonesia. Jadi seharusnya tidak boleh mempersulit calon pekerja migran dalam mendapatkan paspor.

Persoalan lainnya adalah instansi berwenang belum menyebarluaskan informasi mengenai modus-modus perdagangan orang. Banyak orang di daerah yang sulit terjangkau kesulitan mendapatkan akses informasi mengenai isu tersebut.

Dia menyatakan pemerintah harus bertanggung jawab karena menciptakan kondisi yang membuat calon pekerja migran kesulitan untuk bekerja di luar negeri secara resmi. Mulai dari pemerintah desa dan kantor-kantor dinas Kementerian Ketenagakerjaan di daerah-daerah.

Jabar Jadi Wilayah Korban TPPO Tertinggi

Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) Antonius PS Wibowo menjelaskan pada tahun lalu, Polri menyampaikan 91 permohonan mengenai perlindungan saksi dan korban dalam kasus perdagangan orang.

Satgas TPPO Polda Bali menangkap tiga orang pelaku kasus yang akan mengirim PMI ilegal ke Jepang. (Foto: Humas Polda Bali)

Satgas TPPO Polda Bali menangkap tiga orang pelaku kasus yang akan mengirim PMI ilegal ke Jepang. (Foto: Humas Polda Bali)

Dia menambahkan jumlah permohonan itu tidak identik dengan jumlah saksi atau korbannya. Dia mencontohkan bisa saja dalam satu permohonan, korbannya ada 15 atau 18 orang.

Antonius mengatakan wilayah asal permohonan perlindungan kepada LPSK tertinggi dari Jawa Barat.

“Jawa Barat menurut data LPSK, yang paling banyak itu adakah korban-korban yang akan dikirim di dalam negeri. Tujuan eksploitasinya adalah eksploitasi seksual, prostitusi, kemudian bekerja…maaf yah…. di sektor jasa hiburan,” tuturnya.

Dia menambahkan program perlindungan terbanyak yang dilakukan oleh LPSK dalam kasus perdagangan orang adalah memfasilitasi restitusi dan pendampingan korban dalam proses hukum.

Dalam proses restitusi ini, ada juga pelaku perdagangan orang yang tiak mau membayar restitusi. Hal ini juga berdasarkan undang-undang, yakni kalau tidak mampu, maka diganti dengan hukuman penjara sebagai tambahan.

Berdasarkan data LPSK, korban perdagangan orang yang menerima restitusi, pemanfaatannya paling banyak untuk kebutuhan pokok. Karena sebagian besar korban perdagangan orang adalah orang-orang kurang mampu. Ada juga korban yang memakai uang restitusi untuk membuka usaha.

Sejak Satuan Tuga Tindak Pidana Perdagangan Orang Polri dibentuk pada 5 Juni lalu, hingga kini sudah diterima 722 laporan kasus dugaan perdagangan orang dan menetapkan 865 tersangka. [fw/ah]

Sumber: VOA

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply