PERISTIWA
Hakim Vonis Majikan 4 Tahun Penjara
Siti Khotimah, perempuan berusia 23 tahun asal Pemalang, Jawa Tengah, tidak lagi dapat berkata-kata. Sambil menangis ia tertatih-tatih keluar dari ruang sidang tak lama setelah hakim Tumpanuli Marbun membacakan putusannya dalam sidang di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan Senin sore (24/7). Luka di kaki kirinya belum lagi sembuh, kini hatinya berdarah.
Tidak hanya Siti, tim pendampingnya dari LBH APIK Jakarta dan Semarang, serta JALA PRT, juga belum dapat bicara banyak. Mereka masih terhenyak dengan vonis ringan yang dijatuhkan hakim terhadap sembilan terdakwa yang selama tujuh bulan menganiaya Siti secara tidak manusiawi.
Hakim memvonis Metty Kapantow (70 tahun) dengan hukuman empat tahun penjara, sementara suaminya, So Kasander (73 tahun) dan putri mereka, Jane Sander (33 tahun) divonis 3,5 tahun penjara. Satu pekerja rumah tangga bernama Evi (35 tahun) juga divonis empat tahun penjara. Enam pekerja rumah tangga lainnya, yaitu: Sutriyah (25 tahun), Saodah (49 tahun), Inda Yanti (38 tahun), Febriana Amelia (20 tahun) dan Pariyah (31 tahun) divonis 3,5 tahun penjara.
“Negara tidak hadir bagi mereka. Proses hukum ini tidak ubahnya pasar, penuh dengan transaksi. Pengadilan hanya menggunakan KUHP dan UU PKDRT (UU Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.red), padahal seharusnya juga menggunakan UU TPKS (UU Tindak Pidana Kekerasan Seksual.red) dan UU TPPO (UU Tindak Pidana Perdagangan Orang.red),” ujar Lita Anggraini dari JALA PRT yang puluhan tahun mendampingi kasus-kasus hukum yang menimpa pekerja rumah tangga.
“Dibandingkan perkara-perkara sebelumnya, yang dampak pada korban bahkan tidak sebesar ini, hukuman yang dijatuhkan jauh lebih berat,” lanjutnya.
Transaksi yang dimaksud Lita itu merujuk pada pemberian bantuan uang tunai sebesar Rp200 juta dari pihak kuasa hukum tersangka kepada Suparna, ayah Siti Khotimah, secara terbuka di dalam ruang sidang sebelum putusan. Uang bantuan ini di luar ganti rugi atau restitusi Rp 275 juta sebelumnya yang masih berada di pengadilan.
Pemberian ganti rugi ini menjadi salah satu faktor pertimbangan hakim untuk meringankan hukuman para terdakwa, selain faktor usia lanjut, belum pernah dihukum sebelumnya dan telah menyesali perbuatannya.
DPR Sesalkan Vonis Ringan Hakim
Anggota DPR dari fraksi Partai Kebangkitan Bangsa PKB, Luluk Nur Hamidah, menyesalkan putusan ringan ini.
“Sebagai warga masyarakat dan anggota parlemen yang sangat serius mengawal RUU PPRT di DPR, saya sangat menyesalkan putusan ringan ini. Sama sekali tidak mencerminkan keadilan bagi Siti Khotimah yang sudah mengalami kejahatan berlapis. Hakim sama sekali tidak mempertimbangkan situasi kompleks yang dihadapi Siti Khotimah dalam relasi kuasa yang timpang, hukuman fisik dan non-fisik yang dialaminya, bahkan serangan seksual, kejahatan yang berlapis-lapis. Sangat tidak layak jika hakim hanya memutus hukuman empat tahun penjara,” ujar Luluk.
Hal senada disampaikan Willy Aditya, anggota DPR dari fraksi Partai Nasdem yang selama ini juga mengawal pembahasan RUU PPRT di DPR.
“Putusan ini mengusik rasa keadilan, bukan hanya bagi korban, namun masyarakat luas. Masyarakat perlu mengawasi proses peradilan ini. Dua dakwaan yang diajukan jaksa mulai dari penganiayaan berat hingga kekerasan dalam rumah tangga ini secara akumulatif harusnya 15 tahun. Namun vonis yang dikenakan hanya empat tahun. Semestinya jaksa mengajukan banding,” ujarnya saat diwawancarai VOA.
Disiksa Beramai-ramai
Siti Khotimah awalnya direkrut salah satu jasa penyalur pekerja rumah tangga pada Mei 2022 untuk bekerja di Apartemen Simprug Indah, Jakarta Selatan, milik Metty dan So, dengan tawaran gaji Rp 2 juta per bulan. Namun setelah tiga bulan bekerja, Siti dituduh mencuri makanan dan pakaian, yang berujung dengan penganiayaan yang tidak manusiawi, tidak saja oleh Metty dan So, tetapi juga putri mereka Jane Sander dan enam pekerja rumah tangga lainnya atas perintah sang majikan.
Dalam sidang pengadilan sebelumnya, kuasa hukum Siti memaparkan sebagian penganiayaan tidak berperikemanusiaan yang dilakukan para terdakwa, mulai dari dipukul dengan tangan kosong, disundut rokok, dirantai dan disiram air panas mendidih, diborgol, dipaksa makan kotoran anjing dan kotorannya sendiri, disekap dalam kandang anjing, hingga serangan seksual, seperti diminta bekerja tanpa mengenakan sehelai pakaian pun, dicakar di bagian payudara, diperkosa dengan sumpit dan lainnya.
Selain luka fisik, yang sebagian besar masih dalam proses penyembuhan, Siti Khotimah juga menderita trauma berkepanjangan.
Sebelum vonis hari Senin ini, Siti mengatakan pada VOA bahwa ia berharap banyak pada proses hukum di pengadilan.
“Saya ingin hakim dan jaksa menuntut seadil-adilnya. Saya hanya ingin mereka yang menyiksa saya merasakan apa yang saya rasakan sekarang,” ujarnya. Ironisnya harapan Siti kandas dengan ketukan palu yang menjatuhkan vonis ringan pada para terdakwa. [em/jm]
You must be logged in to post a comment Login