Connect with us

PERISTIWA

Kompak Ibadah di Tengah Kontestasi

Published

on

Bagi pendongeng asal Yogya, Acep Yoni, kepergian Anies dan Ganjar ke Tanah Suci dan foto-foto mereka yang tersebar di media tidak memberikan pengaruh soal siapa yang akan dia pilih dalam pemilu nanti. Namun dia meyakini, pergi ke Tanah Suci menjelang pemilu bisa menjadi “dongeng” tersendiri bagi politisi itu, khususnya dalam komunikasi mereka kepada pemilih.

“Bagi politisi, tentu politik identitas seperti ini penting, karena itu akan mencerminkan dia sebagai orang yang beragama Islam. Dia bisa menjadi barometer, dia sudah naik haji, sudah rajin salat, dia ngaji. Dia terkesan dekat dengan ulama. Bagi seorang politikus, itu penting,” paparnya kepada VOA.

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Soeharso Monoarfa bersama Anies Baswedan dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo saat menunaikan ibadah haji. (Twitter/@islah_bahrawi)

Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas, Soeharso Monoarfa turut berfoto bersama Anies Baswedan dan Ganjar Pranowo. Foto itu kemudian tersebar dan menjadi viral, terutama karena Anies dan Ganjar berada di dua kubu berbeda dalam kontestasi awal tahun depan. Setidaknya ada tiga nama dalam bursa calon presiden, yaitu Anies, Ganjar dan Prabowo Subiyanto.

Fakta menarik dan bermanfaat

Sebagai negara dengan mayoritas rakyatnya muslim, simbol-simbol keagamaan seperti ibadah haji, sangat penting bagi politisi. Karena itulah, prosesi ibadah di Tanah Suci itu menjadi bagian dari publikasi rutin calon presiden. Di samping itu, akan menyusul setelah ini kunjungan ke pesantren-pesantren, mengunjungi (sowan) kyai, hadir dalam pengajian dan sejenisnya.

Pengamat politik dari Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Ahmad Norma Permata Ph.D melihat, kedekataan politisi dan ritual keagamaan, sebagai cara menunjukkan kesalehan.

“Masih sangat banyak orang yang menggunakan kesalehan personal itu sebagai jalan pintas untuk menunjukkan orang itu baik atau enggak. Artinya kalau orang itu secara agama baik, tentu dia bisa mengendalikan emosi dengan baik, mengendalikan nafsu dengan baik, punya perhatian pada publik secara baik,” ujarnya.

Upaya ini sejalan dengan apa yang terjadi di lingkungan pedesaan, di mana pemilih mayoritas tinggal, yang akrab dengan bahasa-bahasa religiusitas.

Senada dengan Ahmad Norma, pengamat politik dari Universitas Muhammadiyah Yogyakarta, Dr Tunjung Sulaksono memastikan, mayoritas masyarakat Indonesia yang Muslim masih menjadi dalam “pasar suara” yang sangat menentukan dalam pemenangan di Pilpres 2024.

“Sehingga menjalankan ibadah haji, ini juga bisa menjadi salah satu cara untuk mendapatkan positioning. Kalau dalam istilah political marketing inikan sebuah cara untuk memposisikan diri di tengah-tengah masyarakat muslim,” ujarnya.

Pertemuan Banyak Makna

Ahmad Norma mengatakan ada banyak makna muncul dari pertemuan yang terekam kamera itu. Sebagai sesama politisi yang akan beradu dalam Pilpres mendatang, sulit membayangkan bahwa peristiwa itu adalah sebuah ketidaksengajaan.

“Kalau seperti inikan seolah-olah mereka tidak sengaja bertemu. Tetapi ya dalam politik itu nyaris mustahil sesuatu yang tidak disengaja atau kebetulan. Pasti semuanya sudah dihitung, ditimbang dan direncanakan,” ujar Ahmad Norma.

Jika pertemuan itu dilakukan di Indonesia, pemberitaan media tentu akan luar biasa. Demikian pula jika keduanya bertemu di luar negeri, tetapi bukan di Arab Saudi dalam kerangka ibadah haji, banyak dugaan pasti akan muncul. Karena peristiwa ini ada di tengah ibadah haji, publik relatif tidak terpancing untuk menduga, bahwa ada kesepakatan khusus diantara keduanya.

Namun di sisi lain, Anies dan Ganjar adalah calon presiden yang saat ini sama-sama sedang berhadapan dengan situasi penuh ketidakpastian. Selalu ada kebutuhan spiritual dalam diri mereka, untuk menenangkan diri.

“Dalam situasi ketidakpastian, aspek ritual itu menjadi sangat penting,” beber Ahmad Norma.

Dia mencontohkan, menjadi semacam tradisi bagi kalangan politisi di Indonesia secara umum, ketika berada dalam situasi dilematis, mereka pergi beribadah umroh. Bukan hanya politisi dari partai keagamaan, tetapi juga mereka dari partai nasionalis.

Selain itu, peristiwa ini dalam titik tertentu, politisi nasional juga merasa perlu menegaskan identitas keagamaan mereka untuk memberi kesan kepada pemilih muslim.

“Saya kira, ini juga pasti upaya untuk menampilkan sosok Ganjar. Karena nanti kalau disandingkan dengan Anies, kalau dibiarkan secara natural, pilihannya adalah Anies Itu religius, Ganjar itu nasionalis. Pilihannya begitu,” papar Ahmad Norma.

Tunjung Sulaksono juga melihat ada unsur spiritual, baik bagi Anies maupun Ganjar dalam ibadah haji kali ini. Lepas bahwa unsur politiknya cukup terlihat, di satu sisi tentu sah-sah saja bagi mereka untuk beribadah haji, meski waktunya pas dengan momen politik.

Namun, di tengah situasi politik saat ini, keduanya juga membutuhkan kekuatan spiritual. “Ketika mau menghadapi sesuatu yang besar, memang saya kira akan merujuk atau akan kembali, kepada yang dia merasa akan mampu memberinya kekuatan moral spiritual,” kata Tunjung.

Dia menambahkan, “Siapapun orangnya, pasti membutuhkan dukungan spiritual yang luar biasa untuk bisa menghadapi momen 2024 nanti.”

Namun, katanya, bisa muncul penilaian, bahwa publikasi ibadah haji yang dilakukan keduanya adalah bagian dari upaya menunjukkan kedekatan mereka kepada Arab Saudi. Bagaimanapun, keduanya berangkat haji atas undangan pemerintah kerajaan tersebut.

Publikasi Berbau Agama Meningkat

Sepanjang delapan bulan tersisa menjelang pilpres, Acep Yoni yang juga seorang guru di sekolah keagamaan di Yogyakarta meyakini akan para capres akan semakin gencar dengan publikasi berbau agama. Salah satu tujuan utamanya, adalah memberi kesan bahwa mereka didukung oleh ulama.

“Ada kesan calon itu dekat dengan kyai. Tentu sebagai jamaah dari kyai tersebut, sebagai santri, sebagai alumni pesantren kyai tersebut, saya akan sami’na wa atho’na dengan kyai tersebut. Ketika kyai bilang ini calon yang baik, maka saya tanpa harus banyak berpikir yakin, itu yang terbaik,” papar Acep.

Sami’na wa atho’na adalah salah satu petikan dari ayat kitab suci Al-Qur’an yang berarti ‘kami dengar dan kami taat.’

Namun, pada titik tertentu, Acep tetap meyakini bahwa politisi datang ke tokoh agama, juga terkait dengan restu dan doa-doa. Tidak sepenuhnya sekadar memanfaatkan agama sebagai isu pendulang suara.

Ahmad Norma juga meyakini, persinggungan politisi khususnya calon presiden dengan isu keagamaan akan makin gencar ke depan.

“Komposisi antara politik Islam dan politik nasionalis itu 45 banding 55. Nasionalis masih tetap lebih banyak, tetapi jaraknya enggak terlalu jauh. Jadi menarik simpati semua kalangan itu pasti akan dilakukan,” ucapnya.

Tunjung Sulaksono mengingatkan, baik Anies maupun Ganjar membutuhkan suara muslim untuk bisa memenangkan Pilpres.

“Sehingga “terlihat muslim” itu saya kira akan menjadi salah satu social capital yang luar biasa, untuk bisa mendapatkan simpati dari para pemilih muslim, yang jumlahnya masih 80 persen lebih,” ujarnya.

Namun, bagaimanapun, haji adalah panggilan dari Allah. Tunjung masih meyakini, keduanya datang ke tanah suci dengan niat untuk memenuhi panggilan itu. Meski dia tidak menampik, peristiwa dalam foto yang tersebar luas itu, memiliki banyak tafsir. [ns/ab]

Sumber: VOA

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply