Dalam jumpa pers di kantornya, Selasa (5/4), Retno menjelaskan dalam tiga bulan pertama sebagai Ketua ASEAN, Indonesia terus mendorong implementasi konsensus lima poin terkait Myanmar.
“Indonesia telah melakukan pelibatan berbagai pemangku kepentingan (di Myanmar), dengan tujuan untuk mendorong dilakukannya dialog nasional yang inklusif. Pelibatan berbagai pemangku kepentingan (itu) dilakukan sesuai dengan mandat konsensus lima poin,” kata Retno.
Retno menekankan Indonesia sangat intensif melakukan pelibatan beragam pemangku kepentingan dengan tujuan utama penghentian tindak kekerasan.
Selain itu, katanya, untuk pertama kali, Indonesia, sebagai Ketua ASEAN, melakukan pertemuan dengan utusan khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), utusan khusus dari negara-negara tetangga Myanmar, dan utusan khusus dari negara-negara lainnya untuk mendorong koordinasi dan sinergi sementara memperkuat sentralitas ASEAN.
Dari pertemuan dengan beragam utusan khusus itu, Retno mengklaim ada dukungan sangat kuat terhadap Indonesia dalam upaya menyelesaikan krisis politik di Myanmar.
Dalam pertemuan tertutup dengan Dewan Keamanan PBB pada 13 Maret lalu, Retno menyampaikan perkembangan masalah Myanmar, terutama implementasi konsensus lima poin.
Menurut Retmo, Indonesia juga telah memfasilitasi dibukanya kembali komunikasi dan konsultasi dengan berbagai pemangku kepentingan di Myanmar agar AHA Center dapat menyalurkan bantuan kemanusiaan kepada rakyat Myanmar tanpa melihat latar belakang suku, agama, dan orientasi politik.
Pengamat Myanmar dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) Pandu Prayoga mengapreasiasi sejumlah langkah yang telah diambil oleh Kementerian Luar Negeri selama tiga bulan belakangan dalam menangani persoalan di Myanmar.
Namun dia mengharapkan pemerintah tidak segera berpuas diri dengan proses yang telah berjalan.
“Kira-kira efeknya atau hasil yang akan diperoleh itu apa? Misalkan dari komunikasi, ada janji dari pihak junta (Myanmar) untuk menerima utusan khusus ASEAN yang dipimpin oleh menlu atau yang dipimpin oleh Indonesia pada tanggal segini,” ujar Pandu.
Menurutnya, publik menanti hasil kerja Indonesia dalam menangani persoalan Myanmar. Dia berharap dua dari konsensus lima poin bisa dicapai tahun ini, yakni pengurangan kekerasan dan kesediaan junta menerima kehadiran utusan khusus ASEAN.
Pandu menyarankan kepada Kementerian Luar Negeri untuk mengajak China dan India dalam menyelesaikan krisis di Myanmar mengingatkedua negara itu adalah mitra strategis Myanmar dan berbatasan dengan Myanmar.
Jika Indonesia gagal mencapai penyelesaian isu Myanmar tahun ini tambahnya maka kepemimpinan Indonesia di kawasan Asia Tenggara akan dipertanyakan.
Selain itu, katanya, kegagalan dalam menangani masalah Myanmar juga akan membuat dunia meragukan kredibilitas Indonesia dan ASEAN.
Dia menyarankan utusan khusus untuk Myanmar itu adalah utusan khusus ASEAN, bukan utusan khusus Ketua ASEAN, sehingga kalau isu tersebut gagal diselesaikan tahun ini, maka penyelesaiannya dapat dilanjutkan pada tahun berikutnya.
Utusan khusus ASEAN ini, menurutnya, harus terdiri dari orang-orang dengan keahlian yang dibutuhkan untuk menyelesaikan krisis politik di Myanmar.
Krisis politik di Myanmar muncul sejak kudeta militer pada 1 Februari 2021. Dua bulan kemudian, dalam pertemuan para pemimpin ASEAN di Jakarta, ASEAN menghasilkan konsensus lima poin sebagai platform untuk menyelesaikan isu Myanmar, yakni penyelenggaraan dialog konstruktif, penghentian kekerasan, mediasi antara berbagai pihak, pemberian bantuan kemanusiaan dan pengiriman delegasi ASEAN ke Myanmar. Namun sampai saat ini, junta Myanmar menolak menaati dan melaksanakan konsensus lima poin tersebut. [fw/ab]
You must be logged in to post a comment Login