Editor's Pick
Kasus Hacker Bjorka, Pakar IT Sebut Sistem Keamanan Data Penduduk Indonesia Sangat Lemah
Pengelolaan data digital oleh pemerintah selama ini dikelola secara ugal-ugalan. Contohnya adalah pengelolaan data warga negara di aplikasi Pedulilindungi yang sejak awal bermasalah.

PANTAU24.COM-Menanggapi ulah Hacker Bjorka yang meretas data pribadi sejumlah tokoh nasional dan website pemerintah, Kordinator Forum Keamanan Cyber dan Informasi (Formasi) Gildas Deograt Lumy mengakui sistem keamanan data penduduk Indonesia memang masih sangat lemah.
Bahkan ia menyebut pengelolaan data digital oleh pemerintah selama ini dikelola secara ugal-ugalan. Contohnya adalah pengelolaan data warga negara di aplikasi Pedulilindungi yang sejak awal bermasalah.
“Ibaratnya seperti naik motor ugal-ugalan, dan kita adalah penumpangnya. Kita setor data tapi keamanan data itu tidak terjamin,” sebut Gildas, ahli informasi teknologi (IT) yang kini membantu Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN) dan Menteri Pertahanan, dalam podcast Youtube Deddy Corbuzier dan dikutip Pantau24.com, Rabu 14 September 2022.
Meski begitu, pakar IT yang belasan tahun fokus ke keamanan dunia digital itu menyebut, Bjorka bukan peretas asli melainkan pembeli data yang lantas diklaim sebagai hasil peretasannya.
“Jadi dia beli ke orang. Paling tidak untuk kasus yang 1,3 miliar data, dia juga beli dari orang lain. Dan ini sudah kami telusuri,” ujar Gildas.
Gildas meyakini hacker Bjorka adalah orang Indonesia dan bukan peretas data 1,3 miliar penduduk Indonesia.
Gildas mengungkapkan, ada orang di balik hacker Bjorka yang melakukan eksploitasi sehingga data pribadi banyak tokoh dan masyarakat itu tersebar ke publik.
“Bukan peretasnya yang langsung menjual. Yang menemukan celah keamanan pada orang lain, yang mengeksploitasi orang lain, kemudian menggunakan akun mencuri data orang lain, yang menjual orang lain. Secara umum ekosistemnya seperti itu,” jelas Gildas yang juga sering disebut sebagai white hacker (hacker putih) ini.
Berangkat dari kasus hacker Bjorka, menurutnya, negara harus bertanggung jawab terhadap pengelolaan data digital masyarakat yang rawan disalahgunakan oleh orang-orang jahat.
Alasannya, karena sejak awal memang negara yang mengumpulkan data masyarakatnya namun dikelola dengan serampangan.
“Bukan negara harus hadir, negara harus bertanggung jawab malah. Karena sejak awal data ini dikumpulkan sebagai program bisnisnya pemerintah. Pemerintah yang mewajibkan kita mengumpulkan data lalu berceceran. Yang menjadi korban siapa? Ya masyarakatnya,” ujar dia.
Ia mengapresiasi langkah Presiden Joko Widodo yang membentuk satuan tugas khusus untuk menangani ulah hacker seperti Bjorka ini.
Menurutnya, itu sesuatu yang mutlak harus dilakukan agar ke depan data digital rakyat dikelola dengan keamanan maksimum.
“Kasus hacker Bjorka ini tamparan buat pemerintah agar lebih baik lagi menjaga data digital rakyatnya,” ujarnya.(*)

You must be logged in to post a comment Login