Connect with us

Kotamobagu

Tantangan Risiko Petugas Sapu Jalan Perempuan Kotamobagu

Mereka diwajibkan bekerja pukul 04.30 hingga 06.00 Wita untuk mulai menyapu jalanan. Masing-masing petugas diberi tanggung jawab membersihkan jalan sepanjang satu kilometer.

Published

on

Petugas kebersihan di Kotamobagu
Petugas kebersihan di Kotamobagu. (Foto: Wulan Mamonto)

Pada era sekarang ini gender bukan lagi persoalan bagi para pekerja. Karena, apapun pekerjaannya selama bisa menghasilkan upah akan dilakukan. Begitupun dengan perempuan Indonesia, yang memilih berbagai macam pekerjaan untuk menambah kebutuhan finansial diri sendiri dan keluarga.

Perempuan selalu mempunyai peran ganda yang tidak akan pernah terlepaskan dari dirinya. Mereka harus menunaikan tanggung jawabnya ketika jam kerja yang diatur. Tapi sebelum itu, mereka harus menyelesaikan pekerjaannya di rumah. Pada saat pandemi seperti ini, peran perempuan sangat penting. Mereka harus mengurusi seluruh anggota keluarga yang berada di rumah untuk melaksanakan pekerjaanya ataupun anak-anak sekolah yang diliburkan.

Bicara pekerjaan, selain petugas medis saat ini petugas kebersihan juga menjadi garda terdepan yang tidak pernah mengenal kata libur semasa pandemi.

Mereka tetap bekerja meski keadaan dunia sedang tidak baik-baik saja. Mengingat salah satu faktor yang dijaga agar virus tidak menyebar adalah selalu membersihkan lingkungan sekitar. Oleh karena itu, para petugas kebersihan ini dituntut harus tetap bekerja dengan risiko yang cukup besar.

Di Kotamobagu sendiri, petugas kebersihan didominasi oleh perempuan. Mereka diwajibkan untuk membersihkan empat kecamatan, lima belas desa dan delapan belas kelurahan dengan luas wilayah keseluruhan 108.893 km² mereka bertanggung jawab penuh atas kebersihan jalan raya yang ada di Kotamobagu.

Fakta menarik dan bermanfaat

Hujan dan terik matahari tidak menjadi penghalang mereka dalam bekerja. Dari awal pandemi masuk ke kotamobagu mereka tetap bekerja hingga sekarang. Alat Pelindung Diri (APD) yang diberikan pun hanya berupa masker dan sarung tangan.

Ketimpangan Jam Kerja Para Petugas Kebersihan

Mereka diwajibkan bekerja pukul 04.30 hingga 06.00 Wita untuk mulai menyapu jalanan. Masing-masing petugas diberi tanggung jawab membersihkan jalan sepanjang satu kilometer. Jam kerja tersebut sangat berpotensi terjadi hal-hal buruk yang nantinya merugikan para petugas kebersihan.

“Kami hingga saat ini jika hanya sendiri menyapu selalu merasa ketakutan. Terkadang, kami mengajak anak atau suami untuk menemani. Apalagi jalanan yang harus saya sapu masuk kedalam lorong,” ungkap salah satu petugas sapu, Hastuti Makalalag.

Dalam sehari mereka menyapu jalan sebanyak tiga kali. Setelah dini hari, mereka akan menyapu lagi pada pukul 10.00 WITA dan 14.00 WITA. Tidak ada kata libur, mereka bekerja dari senin hingga minggu.

“Sebenarnya lelah juga, karena kami tidak ada hari libur. Tapi, mau bagaimana lagi kami pun harus membantu ekonomi keluarga. Mengingat pengeluaran saat ini sangat banyak, apalagi dengan adanya pandemi ini, ekonomi keluarga kami menurun jadi saya harus tetap bekerja meski rasa khawatir selalu datang menghampiri. Suami saya hanya sopir bentor, selama pandemic pemasukannya menurun drastis,” katanya.

Saat yang lain harus bekerja di rumah, mereka harus tetap bekerja diluar rumah dengan potensi terjangkit virus covid-19 sangat besar.
“Yah, kami hanya bisa berdoa agar tetap sehat. Karena ketika kami sakit dan tidak masuk kerja maka upah pun akan dipotong,” tambah Tuti.

Ia bercerita pernah ada salah satu temannya diserempet motor saat akan bekerja dini hari. “Penyerempetan itu terjadi sehabis adzan subuh”.

Mereka juga harus bangun lebih awal, agar bisa memasak terlebih dahulu sebelum pergi menyapu.

“Saya biasa jam setengah empat subuh sudah bangun dan memasak. Karena, saya biasa pulang jam tujuh atau jam delapan pagi, kan sayang ketika suami dan anak bangun belum ada makanan. Nanti, setelah menyapu pagi saya bisa melakukan pekerjaan lain, seperti mencuci dan membereskan rumah. Karena, jam sepuluh saya sudah harus kembali pergi menyapu,” tambah Tuti.

Keluhan serupa juga datang dari salah satu petugas yang tidak ingin disebutkan namanya. Saat ini ia bekerja menggantikan kakaknya yang sedang sakit paru-paru karena sudah berusia rentan tapi harus bekerja dini hari.

“Saya baru bekerja sebulan ini, menggantikan kakak saya yang tengah sakit. Penyebabnya karena masuk dingin,” ungkapnya.

Petugas kebersihan di Kotamobagu. (Foto: Wulan Mamonto)

“Ternyata menjadi petugas sapu jalanan itu sangat melelahkan, tenaga saya banyak sekali terkuras di sini. Saya sempat sakit pada awal-awal bekerja, dan saya harus menyewa orang untuk menggantikan tugas saya agar upahnya tidak dipotong. Kan sayang, upah tersebut harus saya bagi dua dengan kakak untuk biaya pengobatannya,” jelasnya.

Setiap harinya mereka harus mengeluarkan tiga puluh ribu rupiah untuk biaya trasnportasi dari rumah ke tempat kerja. Karena, jarak rumah dan wilayah territorial yang harus mereka bersihkan masih jauh, sehingga harus menggunakan kendaraan umum seperti bentor. Ketika bekerja dini hari, beberapa kali mereka bertemu dengan pemuda-pemuda atau masyarakat sekitar yang masih kumpul-kumpul pesta minuman keras (miras).

Hal tersebut sebenarnya sangat berbahaya jika tidak dievaluasi oleh pemerintah, terlebih dinas terkait. Dinas Lingkungan Hidup Kota Kotamobagu memiliki sebanyak 110 petugas kebersihan, yang terbagi laki-laki berjumlah 44 orang sedangkan perempuan 66 orang.

Dengan begitu dapat dikatakan bahwa, peran perempuan untuk menjadikan Kotamobagu sebagai kota jasa yang 5 kali berturut-turut memperoleh penghargaan Adipura sangat berpengaruh. Para petugas kebersihan ini sangat telaten dalam bekerja.

“Petugas perempuan sangat semangat dalam bekerja, Kotamobagu selalu terlihat bersih dan menyejukkan berkat mereka,” ungkap Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kotamobagu, Bambang Ginoga.

Menurutnya jam kerja tersebut sudah sesuai. Karena, ketika petugas kebersihan menyapu sudah mulai ada matahari maka kendaraan mulai banyak dengan begitu dapat menggangu pekerjaan.

“Kan jika sudah pagi baru mau menyapu nanti sudah banyak kendaaran, dengan begitu jalanan tidak kondusif untuk dibersihkan.” tukasnya
.

Hak-hak para pekerja perempuan di Kotamobagu belum terpenuhi dengan baik. Mereka tidak mendapatkan hari libur sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Serta jam kerja yang sangat rentan terhadap kekerasan, pelecehan seksual dan tindak kejahatan lainnya.

Penulis: Wulan Mamonto

Click to comment

You must be logged in to post a comment Login

Leave a Reply