Bitung
Halo Kapolda, Anak Buah Anda di Bitung Antikritik dan Bungkam Wartawan

"Wartawan Dikeluarkan Dari WAG Usai Beritakan Evaluasi Kapolres Bitung dan Jajarannya"
Bitung, Pantau24.com – Sikap antikritik yang ditunjukkan jajaran Polres Bitung, Sulawesi Utara, menuai sorotan tajam. Salah satu wartawan lokal, Yaser Baginda dari Sulawesion.com, dikeluarkan dari grup WhatsApp resmi Humas Polres Bitung usai menulis berita yang mengutip pernyataan Kapolda Sulawesi Utara, Irjen Pol Roycke Harry Langie.
Berita tersebut menyoroti tingginya angka kriminalitas di Kota Bitung dan perlunya evaluasi terhadap Kapolres serta jajaran intelijennya.
Padahal, pernyataan tersebut bersumber dari arahan langsung Kapolda Sulut saat melakukan kunjungan kerja ke Mapolres Bitung pada Jumat (25/4/2025).
Dalam arahannya yang disampaikan secara terbuka di hadapan anggota, Kapolda menyoroti lemahnya fungsi intelijen sebagai salah satu penyebab tingginya angka kejahatan, khususnya penganiayaan bersenjata tajam seperti panah wayer yang meresahkan masyarakat.
Kapolda Soroti Fungsi Intelijen Polres Bitung
Dalam sambutannya, Kapolda Irjen Pol Roycke Harry Langie secara khusus menegur fungsi intelijen di Polres Bitung yang dinilainya gagal mendeteksi potensi gangguan keamanan sejak dini. Bahkan, Kasat Intel beberapa kali disebut langsung dalam arahannya.
“Harusnya intelijen sudah bisa menganalisis, jangan hanya jadi intel copy paste. Kasat Intel harus lihat itu setiap rangkaian peristiwa, kenapa ada senjata ini, kenapa anak-anak ini pakai senjata seperti itu, cari di mana sumbernya, bengkel-bengkel mana yang dicurigai. Karena tidak mungkin panah wayer itu turun sendiri dari langit,” tegas Kapolda.
Ia menekankan bahwa operasi cipta kondisi (cipkon) harus digencarkan untuk memetakan risiko dan mencegah eskalasi. Bahkan, Kapolda meminta Karo SDM Polda Sulut menjadikan kondisi ini sebagai atensi serius, termasuk untuk jajaran kapolsek.
“Kalau tidak mampu bekerja dan mengayomi masyarakat, silakan mundur. Kita diberi amanah, dan kalau tidak dilaksanakan dengan baik, sangat disayangkan. Ingat, masih banyak pemain cadangan,” ujarnya.
Kota Bitung Jadi Daerah Tertinggi Penganiayaan Bersenjata di Sulut
Kapolda juga menyebutkan bahwa Kota Bitung merupakan wilayah dengan tingkat penganiayaan menggunakan senjata tajam tertinggi di Sulawesi Utara. Ini menjadi indikator kegagalan fungsi pencegahan dan deteksi dini di lapangan.
Dalam penjelasan ilmiah yang disampaikan di hadapan jajarannya, Kapolda menjelaskan bahwa kota yang aman memiliki tiga indikator: personal security, infrastructure security, dan digital security. Ia menekankan pentingnya peran polisi dalam menjaga ketiganya, termasuk tidak meremehkan persoalan kecil yang dapat memicu gangguan besar.
Alih-Alih Berbenah, Polres Bitung Bungkam Wartawan
Namun, yang terjadi di lapangan justru mencederai semangat keterbukaan informasi dan transparansi publik. Alih-alih melakukan pembenahan, Polres Bitung justru bersikap defensif. Wartawan yang menulis berdasarkan fakta lapangan dan pernyataan resmi Kapolda malah dikeluarkan dari kanal komunikasi resmi.
Langkah ini memicu keprihatinan kalangan media dan masyarakat. Sikap antikritik dianggap mencerminkan kegagalan manajerial serta menunjukkan ketidakmampuan menerima masukan konstruktif demi perbaikan institusi.
Tindakan Terhadap Wartawan Tuai Kritik
Meski pernyataan Kapolda bersifat terbuka dan disampaikan dalam forum resmi, wartawan yang memberitakan hal tersebut justru dikeluarkan dari kanal komunikasi Humas Polres. Langkah tersebut menuai keprihatinan dari sejumlah pihak, termasuk kalangan jurnalis yang menjadi mitra kepolisian.
Kiply Polapa, salah satu jurnalis yang tergabung dalam grup tersebut, menyayangkan tindakan yang diambil terhadap rekannya.
“Pemberitaan kritis adalah bentuk kepedulian terhadap institusi Polri. Jurnalis tidak kebal terhadap panah wayer dan juga bisa menjadi korban jika tidak ada langkah perbaikan,” tulisnya dalam WAG Humas Polres Bitung.
Kifly menegaskan bahwa kritik yang disampaikan dalam pemberitaan bukan ditujukan kepada individu, melainkan kepada jabatan publik yang memiliki tanggung jawab besar terhadap keamanan masyarakat.
Saatnya Kapolda Bertindak Tegas
Kondisi ini menjadi ujian nyata bagi Kapolda Sulut. Jika seorang kapolres tidak bisa membuka ruang dialog dan menerima kritik, bagaimana mungkin ia dapat menyelesaikan persoalan yang lebih besar di lapangan? Evaluasi terhadap Kapolres Bitung, AKBP Albert Zai, bukan hanya menjadi kebutuhan organisasi, tapi juga tuntutan publik.
Langkah tegas dari Kapolda untuk mengganti pejabat yang dinilai gagal menjalankan fungsi kepemimpinan bukan hanya soal rotasi jabatan, tapi tentang mengembalikan kepercayaan masyarakat terhadap Polri.
Keamanan warga Bitung harus menjadi prioritas utama, bukan ego dan kepentingan segelintir pejabat.

You must be logged in to post a comment Login