Editor's Pick
Tantangan pendidikan Indonesia di balik angka-angka statistik

PANTAU24.COM– Badan Pusat Statistik (BPS) melalui akun resmi X-nya (@bps_statistics) merilis serangkaian data dan fakta yang menggambarkan tantangan pendidikan di Indonesia. Tweet itu diposting dalam rangka memeringati Hari Pendidikan Nasional 2025.
Dengan tema Hardiknas 2025, “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua,” BPS mengajak masyarakat untuk bersama-sama memahami dan mengatasi permasalahan pendidikan yang masih membayangi bangsa ini.
Ulasan ini akan menjelaskan secara mendalam data yang dipublikasikan oleh BPS tersebut, tantangan pendidikan yang dihadapi Indonesia, dan pentingnya partisipasi semua pihak untuk mewujudkan pendidikan yang lebih baik.
Data dan fakta Pendidikan Indonesia
BPS merilis beberapa data penting terkait pendidikan di Indonesia yang dikumpulkan dari Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) Maret 2024.
Salah satu data yang mencolok adalah angka putus sekolah yang masih mengkhawatirkan. Setiap tahun, sekitar 10.000 anak di Indonesia terpaksa putus sekolah, dengan rincian:
- 0,11% di tingkat Sekolah Dasar (SD),
- 0,82% di tingkat Sekolah Menengah Pertama (SMP),
- 1,02% di tingkat Sekolah Menengah Atas/Sekolah Menengah Kejuruan (SMA/SMK).
Secara keseluruhan, 90,2% dari angka putus sekolah terjadi di tingkat SMA/SMK, yang menunjukkan bahwa banyak anak tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, terutama karena faktor ekonomi. Data ini diperkuat oleh fakta bahwa 89,93% anak yang putus sekolah berasal dari keluarga miskin.

Selain itu, BPS juga mencatat angka partisipasi pendidikan di berbagai jenjang. Angka Partisipasi Kasar (APK) menunjukkan:
- SD/sederajat: 104,82% (menunjukkan akses yang hampir universal),
- SMP/sederajat: 92,21%,
- SMA/SMK/sederajat: 87,29%,
- Pendidikan Tinggi (usia 19-23 tahun): hanya 32,00%.
Data ini menggambarkan adanya kesenjangan yang signifikan antara tingkat pendidikan dasar dan menengah dengan pendidikan tinggi. Hanya sepertiga dari anak usia 19-23 tahun yang melanjutkan ke perguruan tinggi, sebuah angka yang menunjukkan rendahnya partisipasi di jenjang pendidikan tinggi.

Tantangan di balik angka-angka
Data yang dirilis oleh BPS bukan sekadar angka, melainkan cerminan dari tantangan besar yang dihadapi sistem pendidikan Indonesia. Salah satu isu utama adalah akses pendidikan yang tidak merata.
Meskipun Indonesia telah mencapai tingkat pendaftaran sekolah dasar yang hampir universal sejak akhir 1980-an (seperti disebutkan dalam hasil pencarian web dari Quora), angka ini tidak serta merta diterjemahkan ke jenjang yang lebih tinggi seperti SMP dan SMA. Banyak anak, terutama dari keluarga miskin, terpaksa berhenti sekolah karena tidak mampu membiayai pendidikan mereka.
Angka putus sekolah yang tinggi menjadi perhatian utama. Sebanyak 90,2% anak yang putus sekolah berada di jenjang SMA/SMK, yang sering kali menjadi titik kritis bagi banyak keluarga. Biaya pendidikan, kebutuhan untuk bekerja membantu keluarga, dan kurangnya akses ke sekolah yang layak di daerah terpencil menjadi faktor utama penyebabnya.
Selain itu, pandemi COVID-19 juga telah memperparah situasi ini, sebagaimana disebutkan dalam studi dari Universitas Gadjah Mada (UGM). Pandemi telah menyebabkan penurunan kesejahteraan banyak rumah tangga, yang pada akhirnya memengaruhi kemampuan keluarga untuk mendukung pendidikan anak-anak mereka.
Rendahnya partisipasi di pendidikan tinggi juga menjadi tantangan serius. Dengan hanya 32% anak usia 19-23 tahun yang melanjutkan ke perguruan tinggi, Indonesia masih tertinggal jauh dibandingkan negara lain dalam hal akses ke pendidikan tinggi.
Hal ini dipengaruhi oleh faktor ekonomi, kurangnya informasi tentang pentingnya pendidikan tinggi, dan terbatasnya infrastruktur pendidikan di daerah-daerah tertentu.
Makna wisuda: Simbol keberhasilan atau tantangan?
BPS menggunakan simbol wisuda dalam unggahannya untuk menggambarkan kontras antara keberhasilan pendidikan dan tantangan yang ada. Wisuda sering dianggap sebagai puncak dari perjalanan pendidikan seseorang, namun di balik sorak sorai toga, ada cerita lain yang perlu diperhatikan.
Bagi banyak anak Indonesia, wisuda bukanlah akhir dari perjuangan, melainkan awal dari tantangan baru dalam dunia kerja atau kehidupan. Bagi mereka yang tidak mampu mencapai jenjang itu, wisuda bahkan menjadi mimpi yang jauh dari kenyataan.
Tema Hardiknas 2025, “Partisipasi Semesta Wujudkan Pendidikan Bermutu untuk Semua,” menekankan pentingnya keterlibatan semua pihak dalam meningkatkan kualitas pendidikan.
Pemerintah, sebagaimana diungkapkan dalam pidato resmi Mendikdasmen tidak dapat bekerja sendiri karena keterbatasan sumber daya dan dana. Dibutuhkan dukungan dari masyarakat, sektor swasta, dan komunitas lokal untuk memastikan pendidikan sebagai layanan publik dapat diakses oleh semua anak Indonesia.
Presiden Prabowo Subianto, dalam Asta Cita keempatnya, juga menempatkan pendidikan sebagai prioritas utama. Ia berkomitmen untuk membangun sumber daya manusia yang kuat sebagai agen perubahan menuju Indonesia yang adil dan makmur.

Namun, komitmen ini hanya dapat terwujud jika ada langkah nyata untuk mengatasi akar masalah, seperti:
- Meningkatkan akses pendidikan di daerah terpencil melalui pembangunan infrastruktur sekolah dan penyediaan beasiswa bagi anak-anak dari keluarga miskin.
- Mengurangi angka putus sekolah dengan program perlindungan sosial yang mendukung keluarga miskin, sebagaimana direkomendasikan oleh studi UGM.
- Meningkatkan kesadaran akan pentingnya pendidikan tinggi melalui kampanye edukasi dan penyediaan lebih banyak peluang bagi anak-anak untuk melanjutkan studi.
Data yang dirilis oleh BPS pada Hari Pendidikan Nasional 2025 ini menjadi pengingat bahwa di balik kemajuan pendidikan Indonesia, masih ada tantangan besar yang harus diatasi.
Angka putus sekolah yang tinggi, rendahnya partisipasi di pendidikan tinggi, dan kesenjangan akses pendidikan menjadi isu yang mendesak untuk diselesaikan.
Tema “Partisipasi Semesta” mengajak kita semua—pemerintah, masyarakat, dan sektor swasta—untuk bekerja sama mewujudkan pendidikan yang bermutu bagi semua anak Indonesia. Seperti yang dikatakan dalam unggahan BPS, “Mari bersama wujudkan pendidikan di Indonesia yang lebih baik.”
Dengan langkah bersama, kita dapat memastikan bahwa wisuda bukan hanya menjadi simbol keberhasilan bagi segelintir orang, tetapi menjadi kenyataan bagi setiap anak Indonesia yang bermimpi meraih masa depan yang lebih baik.

You must be logged in to post a comment Login