Connect with us

Bitung

Kepala IGD UPTD RS Manembo-nembo Buka Suara Soal Sistem Triase dan Insiden Pasien

Published

on

Kepala Ruangan IGD UPTD RS Manembo-nembo, Laura Rantung.

BITUNG, PANTAU24.COM– Kepala Ruangan IGD UPTD RS Manembo-nembo, Laura Rantung, akhirnya buka suara terkait keluhan pasien Verawati yang merasa tidak mendapat pelayanan semestinya.

Dalam penjelasannya, Laura menekankan pentingnya sistem triase sebagai prosedur utama untuk menentukan prioritas penanganan di Instalasi Gawat Darurat (IGD).

Namun, di balik penjelasan tersebut, tak bisa dipungkiri bahwa keluhan serupa dari pasien kerap terjadi, mencerminkan masalah yang belum sepenuhnya teratasi.

“Di IGD, kami tidak pernah menolak pasien. Tetapi, kami harus mendahulukan pasien kategori merah (gawat darurat), diikuti pasien kategori kuning, dan terakhir hijau,” kata Laura.

Fakta menarik dan bermanfaat

Triase dan Realitas Pelayanan
Triase, menurut Laura, bertujuan untuk menilai tingkat keparahan kondisi pasien.

Pasien kata dia, dibagi menjadi tiga kategori: merah (darurat), kuning (serius, tapi tidak darurat), dan hijau (ringan).

Sistem ini, katanya, adalah standar internasional yang diterapkan di seluruh dunia.


Namun, di tengah penjelasan prosedural tersebut, muncul pertanyaan. Sejauh mana triase ini diterapkan secara konsisten dan transparan?

Keluhan Verawati, misalnya, menggambarkan adanya kesenjangan antara prosedur yang dijelaskan dan pengalaman nyata pasien.


“Pasien Verawati masuk kategori hijau dengan keluhan sulit tidur. Kami tidak bisa langsung memberikan obat tidur tanpa pemeriksaan mendalam. Itu berbahaya dan bisa berujung pada kesalahan medis,” jelas Laura.

Tetapi, bagaimana dengan cara komunikasi kepada pasien? Keluhan pasien sering kali tidak hanya soal pelayanan medis, tetapi juga soal pendekatan petugas yang dianggap kurang empati.

Pengalaman Verawati yang merasa “diusir” menimbulkan pertanyaan tentang bagaimana prosedur triase ini disampaikan kepada pasien, terutama mereka yang datang dengan harapan besar untuk mendapatkan pertolongan.

Sistem yang Butuh Pembenahan
Laura juga mengungkapkan bahwa pasien kategori hijau sering diarahkan ke puskesmas.

Menurutnya, fasilitas kesehatan tingkat pertama lebih tepat untuk menangani kasus ringan.

Namun, apakah ini cukup menjawab kebutuhan masyarakat yang sudah terlanjur datang ke IGD dengan kondisi darurat menurut persepsi mereka sendiri?

“Kalau pasien hijau datang ke IGD, kami tetap layani, tapi mungkin harus menunggu. Puskesmas sebenarnya lebih cocok untuk kasus ringan. Di IGD, obat hanya diberikan untuk satu hari, sedangkan di puskesmas bisa untuk beberapa hari,” tambah Laura.

Namun, pernyataan ini justru memunculkan kritik lain. Apakah sistem rujukan antara IGD dan puskesmas sudah berjalan dengan baik?

Banyak masyarakat yang merasa puskesmas tidak selalu mampu menangani kasus mereka, sehingga mereka memilih langsung ke IGD.

Tanpa sosialisasi yang masif, sistem ini hanya akan menciptakan kebingungan di lapangan.

Permintaan Maaf yang Terlambat
Laura akhirnya menyampaikan permintaan maaf atas ketidaknyamanan yang dialami pasien Verawati.

Namun, permintaan maaf ini terasa seperti langkah reaktif yang muncul setelah keluhan publik merebak di media sosial.

“Kami meminta maaf kepada Ibu Verawati dan masyarakat Kota Bitung atas insiden ini. Semua pasien tetap akan kami layani sesuai prosedur triase,” katanya.

Meski demikian, permintaan maaf saja tidak cukup. Masalah utama bukan hanya tentang bagaimana prosedur diterapkan, tetapi juga bagaimana prosedur itu dipahami oleh masyarakat dan dijalankan dengan empati oleh tenaga medis.

Refleksi untuk Pelayanan Kesehatan
Kasus ini harus menjadi bahan evaluasi mendalam bagi RS Manembo-nembo.

Sistem triase memang penting, tetapi tanpa sosialisasi yang memadai dan pendekatan humanis, sistem ini hanya akan menjadi pembenaran atas pelayanan yang dirasa kurang memuaskan.

Masyarakat berhak mendapatkan layanan kesehatan yang tidak hanya cepat dan tepat, tetapi juga menghargai martabat mereka sebagai pasien.

Jika tidak, keluhan seperti Verawati hanya akan menjadi satu dari sekian banyak suara yang merasa diabaikan oleh sistem yang katanya untuk melayani.